Home Ekonomi Lawatan ke Cina, Menko Luhut Nego Bunga Pinjaman Pembengkakan Biaya Kereta Cepat Hingga 2%

Lawatan ke Cina, Menko Luhut Nego Bunga Pinjaman Pembengkakan Biaya Kereta Cepat Hingga 2%

Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah RI tengah bernegosiasi dengan Cina terkait suku bunga pinjaman pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) agar lebih rendah hingga 2%.

Pasalnya, proyek KCJB telah mengalami pembengkakan biaya yang disepakati kedua negara sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp17,8 triliun. Luhut membeberkan, hasil lawatan dirinya ke Cina beberapa waktu lalu, pihak Cina disebut telah memberikan penawaran suku bunga cost overrun lebih rendah dari 4% menjadi 3,4%.

"Ya maunya kita kan 2%, tapi kan enggak semua kita capai. Jadi kalau kita dapat 3,4% misalnya sampai situ, ya we're doing okay, walaupun enggak oke-oke amat," ujar Luhut dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (10/4).

Luhut menyebut, bunga pinjaman cost overrun sebesar 3,4% itu masih tergolong lebih rendah dibandingkan dengan meminjam biaya dari luar Cina. Adapun dari US$1,2 miliar cost overrun, jumlah yang harus dibayar oleh RI sekitar US$560 juta (sekitar Rp8,3 triliun) dengan target tenor sekitar 30-40 tahun.

Luhut mengatakan, hasil negosiasi final suku bunga cost overrun dengan pihak China Development Bank (CBD) ditargetkan rampung pada pekan depan. Kendati, Luhut pun meyakinkan, bila nanti hasil final negosiasi berakhir di suku bunga 3,4% tidak akan menurunkan kemampuan RI membayar utang.

"Kita jangan underestimate loh, negara kita ini semakin efisien. Lihat penerimaan pajak kita naik 48,6% tahun lalu," jelas Luhut.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kemenko Marves, Septian Hario Seto mengatakan suku bunga pinjaman 3,4% yang ditawarkan CBD masih lebih rendah 0,2% dari suku bunga obligasi pemerintah Amerika Serikat dengan tenor 30 tahun. Bahkan, Seto menyebut bunga obligasi RI dalam Dolar AS pun mencapai 5,6%.

"Jadi ini sebenarnya bunga yang ditawarkan sudah lebih rendah dibandingkan dengan bunga pemerintah AS ataupun bunga obligasi USD dari pemerintah RI. Tapi kita masih mau nego lagi," kata Seto.

77