Jakarta, Gatra.com – Empat terdakwa akan mengirimkan surat terbuka dari balik jeruji besi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menkopolhukam Mahfud MD, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Keempat orang tersebut yakni Joko T. Suroso (55 tahun), perwakilan NV WMD Belanda di Indonesia; Ferro J. Taroreh (65 tahun), Ketua DPRD Kota Manado tahun 2005–2009; Hanny Roring (72 tahun), Direktur Utama PDAM Kota Manado tahun 2005–2006, dan Jan Wawo (64 tahun), anggota Badan Pengawas PDAM Kota Manado tahun 2005–2006.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi terkait kerja sama dan pengelolaan aset PDAM Kota Manado dengan PT Air Manado tahun 2005–2021 oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut).
Iwan Ridwan Empon Wikarta dan Hendrik Sinaga, kuasa hukum tersangka Joko T. Suroso, di Jakarta, Kamis (11/5), menyampaikan, keempat orang tersebut akan mengirimkan surat terbuka karena merasa dizalimi.
“Yang empat orang ini akan melayangkan surat terbuka karena sudah mau ke mana lagi mengadu," kata Hendrik.
Iwan dan Hendrik menyampaikan, surat terbuka yang akan dikirimkan, dari keempat orang tersebut di antaranya sudah ditahan hampir 8 bulan, terpisah dari istri, anak, cucu, dan handai taulan.
“Hanya karena perusahaan Belanda datang ke Manado atas permintaan pemerintah daerah untuk berinvestasi bidang air bersih (PMA). Kemudian melalui suatu perjanjian (perdata), perusahaan Belanda telah berinvestasi kurang lebih Rp160 miliar,” katanya.
Iwan menyebutkan, korupsi harus ada kerugian keuangan negara. Tapi dalam kasus ini, tidak ada satu rupiah pun dana APBD Kota Manado maupun APBN untuk kerja sama tersebut. Bahkan, belum ada sepeser pun pengembalian pinjaman apalagi keuntungan yang ditransfer ke NV WMD Belanda.
Menurutnya, karena ini investasi atau penanaman modal asing, maka tunduk pada Undang-Undang (UU) Penanaman Modal Asing (PMA). Ini menarik, karena PMA ini berujung dinyatakan menjadi kasus korupsi.
"Kita tahu korupsi ini adanya kerugian negara. Ini menariknya, tidak ada sepeser pun uang negara yang keluar," ujarnya.
Sebaliknya, PDAM atau Pemkot telah menerima hampir Rp20 miliar selama kerja sama. Hanya karena PDAM Kota Manado tidak mau membayar kewajibannya kepada NV WMD Belanda.
Keempat orang tersebut memberanikan diri untuk melayangkan surat terbuka karena Jokowi selalu menekankan pentingnya investasi asing di Indonesia. Namun di Manado, investor dari Belanda diperlakukan semena-mena dan tanpa ragu-ragu mengorbankan anak bangsa.
Keempat orang tersebut mengaku sudah mengirimkan surat ke BKPM, Jaksa Agung, Komnas HAM, LPSK, Menko Marinves, Menkopolhukam, KPK, Kemendagri, dan Ombudsman. Sebelum menjadi tersangka, mereka juga telah dua kali menyambangi kantor Presiden, namun belum membuahkan hasil.
Di antara keempat tersangka tersebut, satu di antaranya, yakni Joko telah melakukan praperadilan di Pengadilan Negeri Manado. Sedangkan tiga orang lainnya tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor Manado. Hakim menolak praperadilan dan eksepsi.
Mereka menilai tak ada cara lain. Karena itu, terpaksa akan melayangkan surat terbuka walaupun sudah tahu risikonya, yakni kemungkinan kezaliman yang dialami bisa bertambah lagi. Tetapi mereka yakni bahwa Jokowi, Mahfud MD, Burhanuddin akan membantu kaum tertindas.
Mereka optimistis bahwa Jokowi, Mahfud MD, dan Burhanuddin juga sebagai pemimpin yang adil, jujur, dan berhati nurani senantiasa melindungi rakyatnya dari kezaliman dan kesewenang-wenangan oknum yang menyalahgunakan kekuasaannya.
Mereka mengharapkan melalui surat terbuka ini pengawasan dan penindakan kepada penegak-penegak hukum yang zalim karena motif-motif tertentu kepada rakyat, bisa segera dicari cara, dicegah, dan diberhentikan.
Mereka memohon kepada Jokowi, selain menyegerakan dan hadir langsung untuk perbaikan jalan yang rusak, juga melakukan hal serupa dalam penegakan hukum yang rusak akut. Karena ini menyangkut nasib anak bangsa yang dampaknya menjadi sangat menderita, moralnya runtuh, sengsara, serta menjerit lahir dan batin
Iwan menjelaskan, awalnya WMD/BVTS melakukan investasi atau pinjaman sekitar Rp162 miliar. Itu dilakukan setelah pihak Pemkot Manado dan WMD/BVTS sepakat untuk melakukan kerja sama di bidang air minum yang dituangkan dalam perjanjian.
Kerja sama tersebut awalnya atas permintaan PDAM Kota Manado pada tahun 2002/2003 yang kolaps. Setelah tejalin kesepakatan, akhirnya berdiri perusahaan patungan PT Air Manado dengan komposisi modal BVTS 51% dan PDAM Kota Manado 49%.
“PDAM Kota Manado meminjam dana kepada WMD/BVTS sekitar Rp26,3 miliar untuk membayar gaji, listrik, supplier, dan setoran modal awal pendirian perusahaan patungan,” katanya.
Selanjutnya, dalam kurun waktu 2007-2014, dilakukan berbagai pembenahan untuk menunjang operasi dan kinerja perusahaan, termasuk pembayaran utang hingga pembangunan laboratorium sekala internasional menggunakan dana Rp136 miliar dari pinjaman JVC.
Hendrik menambahkan, bahkan BKPM melalui surat resminya, meminta wali Kota Manado kala itu untuk segera merealisasikan dari hasil kerja sama tersebut mengingat jumlah investasi PMA tersebut sangat besar. “Ini kepala BKPM saat itu yang tandatangani suratnya,” ucap dia.
Iwan melanjutkan, pada kurun waktu 2014-2017, ada pembahasan untuk mengakhiri kerja sama. Kedua belah pihak sepakat soal pembayaran utang sesuai yang disepakati di awal. Selama kurun waktu 2017-2019, dilakukan pencarian ivestor baru, namun tidak ada peminat, di antaranya karena pandemi Covid-19.
Pada tahun 2017, BPKP melakukan audit terkait pinjaman dari WMD/BVTS kepada PDAM Kota Manado dan PT Air Manado (JVC). Menurut Hendrik, dari hasil audit tersebut BPKP membenarkan bahwa ada pinjaman dana atau utang yang harus dibayar.
Pada tahun 2020, pihak PDAM menolak membayar utang, meski sekalipun ditawari negosiasi. Selain itu, juga menolak menggunakan investor baru, tetapi diam-diam meneken MoU dengan investor asal Jakarta.
Persoalan tersebut kemudian dilaporkan ke Kejati Sulut. Sekitar Desember 2021-2022, dilakukan penggeledahan dan penyitaan aset PT Air Manado. Selain itu, penyidik juga menetapkan tersangka.
Hendrik menyebut bahwa sesuai hasil audit BPKP maupun BPK, tidak ada dinyatakan terjadi kerugian keuangan negara. Malahan, yang ada adalah soal utang di antaranya untuk setoran modal awal dan untuk membayar beberapa kewajiban PDAM kepada pihak lain.
“Kejati Sulut menyimpulkan ada kerugian keuangan negara sebesar Rp70 miliar. Kenyataannya, tidak ada dana sepeser pun dari APBD Pemkot, APBD Provinsi, dan APBN. Selain itu, tidak ada pengalihan aset,” ujar Hendrik.
Iwan menimpali, penyidikan terhadap kliennya dalam kasus ini janggal. Di antaranya, kliennya ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Februari 2023. Namun anehnya, Sprindik dan SPDP-nya tanggal 10 Februari 2023.
Atas berbagai kejanggalan tersebut, pihaknya melakukan praperadilan ke PN Manado. Menurutnya, meski sudah jelas-jelas cacat hukum, namun hakim menolak praperadilan tersebut.
Tim kuasa hukum menyampaikan, pihaknya akan melakukan sejumlah langkah, termasuk langkah hukum karena menilai proses hukum dalam kasus ini sangat janggal. “Ada sejumlah langkah yang akan ditempuh,” kata Hendrik, namun belum bersedia merincinya.
Sebelumnya, Kasipenkum Kejati Sulut, Theodorus Rumampuk, sebagaimana diwartakan Antara, Rabu (1/3), menyampaikan, para tersangka bersama-sama maupun sendiri-sendiri melakukan perbuatan melawan hukum, yakni menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya.
Salah satunya, kata Theodorus Rumampuk, tidak membuat kajian sesuai ketentuan yang berlaku sehingga merugikan keuangan negara €936.000 dan Rp55.964.456.755 (Rp55,9 miliar).
Kejati Sulut menyangka Joko melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.? Gatra masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.