Home Kesehatan Berat Badan Anak tidak Bertambah Sesuai Usia, Waspada Bahayanya

Berat Badan Anak tidak Bertambah Sesuai Usia, Waspada Bahayanya

Jakarta, Gatra.com– Kondisi berat badan anak tidak bertambah sesuai usia atau bisa juga disebut dengan istilah ‘weight faltering’ merupakan masalah yang tidak boleh dianggap sepele. Gejala utama dari kondisi ini adalah perkembangan berat badan anak yang kurang dan tidak memenuhi standar kurva pertumbuhan.

Kementerian Kesehatan merilis hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 di awal 2023. Survei tersebut menunjukkan adanya peningkatan kasus balita yang mengalami berat badan kurang selama tiga tahun terakhir.

Dari hasil SSGI 2022, terdapat 16.3 persen balita yang mengalami berat badan kurang di tahun 2019. Kemudian di tahun 2021 meningkat menjadi 17 persen, sementara di tahun 2022 semakin meningkat menjadi 17,1 persen. 

Masalah berat badan kurang pada anak ini menjadi salah satu kekhawatiran bagi banyak ahli dan dokter di Indonesia, karena kondisi ini merupakan awal mula dari kondisi lain yang lebih berbahaya, yaitu stunting. 

Penyebab Utama Berat Badan Anak Tidak Bertambah Sesuai Usia

Dalam Instagram Live Teman Parenting, dr. Tania Paramita, Sp. A menjelaskan bahwa umumnya berat badan anak tidak bertambah sesuai usia di Indonesia adalah karena masalah asupan makan dan nutrisi. Namun, sebagian juga disebabkan oleh penyakit atau kondisi tersembunyi yang dialami anak, seperti penyakit bawaan, infeksi, kekurangan zat besi, dan lainnya.

“Biasanya weight faltering itu pasti keluhannya, ‘kok anak saya BB-nya stuck udah 3-4 bulan’,” ungkap dr. Tania. Idealnya kenaikan berat badan anak selama tiga bulan pertama adalah 750-1000 gram.

Di usia tiga sampai enam bulan, peningkatan berat badan anak idealnya 500-750 gram. Sementara di usia enam sampai sembilan bulan, kenaikan berat badannya 250-500 gram. Kemudian di usia sembilan sampai satu tahun, kenaikannya sekitar 250-300 gram.

Menurut dr. Tania, weight faltering umumnya mulai terjadi pada bayi berusia tiga sampai empat bulan. Jika kondisi weight faltering ini tidak segera ditangani, lama kelamaan akan berkembang menjadi stunting. 

“Jadi stunting itu tidak di awal. Stunting itu kondisi dimana tinggi badan anak berada di bawah garis merah yang disebabkan oleh malnutrisi kronis dan berkepanjangan, misalnya sudah enam bulan berat badannya seret,” jelas dr. Tania. 

Dr. Tania juga menjelaskan bahwa pada anak yang lahir prematur, maka diperlukan pemantauan lebih terhadap berat badannya. Pasalnya, bayi yang lahir sebelum waktunya umumnya memiliki organ yang belum sempurna, sehingga fungsinya belum matang. Akibat hal tersebut, umumnya berat badan anak prematur kecil. 

“Anak prematur ketika dibawa pulang, kondisinya tidak boleh tidak tumbuh. Harus terus dipantau dan ada kurva pertumbuhannya sendiri sesuai berat badan lahirnya,” jelas dr. Tania. 

Tidak Semua Anak Kurus Berarti Mengalami Weight Faltering

Satu hal yang dipercaya banyak masyarakat luas adalah bahwa anak kurus pasti mengalami masalah berat badan atau weight faltering. Padalah, menurut dr. Tania tidak semua anak kurus berarti mengalami weight faltering, diperlukan pemeriksaan lebih jauh untuk dilakukan diagnosis.

“Ada kok anak kurus yang kondisinya semuanya baik, tapi memang perawakannya saja yang kurus. Gemuk atau kurus itu subjektif,” ungkap dr. Tania. Maka itu, disarankan agar Mums di Indonesia lebih peka dan dapat membedakan kondisi anak yang berpotensi disebabkan oleh weight faltering.

“Saya appreciate, ibu-ibu di Indonesia sudah melek tentang kesehatan anak, kalau konsul dengan saya pertanyaannya sangat banyak,” jelasnya. Sebagai ibu, pastinya setiap Mums punya insting. Jika Mums memiliki insting berat badan anak tidak bertambah atau kurang, maka segera konsultasi berkala dengan dokter. 

Karenanya, Dr. Tania juga mengemukakan pentingnya mencari second opinion dengan dokter lain jika berat badan anak tidak kunjung naik juga meskipun sudah coba diatasi. Berkonsultasi langsung dengan dokter sangat krusial untuk mencegah stunting. Dokter akan melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi penanganan sesuai dengan kondisi anak. 

462