Home Hukum RUU Kesehatan Dianggap Kontroversial, Ahli Tata Negara: Sebaiknya Ditunda dan Bongkar Ulang!

RUU Kesehatan Dianggap Kontroversial, Ahli Tata Negara: Sebaiknya Ditunda dan Bongkar Ulang!

Jakarta, Gatra.com - Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengungkapkan, Pemerintah saat ini sebaiknya menunda dan merombak ulang isi dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law karena mengandung banyak kontroversial.

Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia Jentera tersebut mengatakan, penundaan pembahasan RUU Kesehatan ini penting sebab jauh dari partisipasi masyarakat.

"RUU kesehatan ini, disisir lagi. Misal keputusan MK yang terkait mengenai organisasi profesi itu seperti apa. Jadi ketika saya melihat, loh kok ada UU sistem jaminan nasional di omnibus kesehatan. Lalu ada BPJS Kesehatan dipisahkan sendiri dan ingin diletakan di bawah Kementerian Kesehatan, saya kira itu harus disisir lagi," kata Bivitri dalam diskusi publik bertajuk Kepentingan Publik yang Belum Ada di RUU Kesehatan pada Kamis (8/6).

Baca juga: Tolak RUU Kesehatan, Ahli Sebut Tidak Ada Pelibatan dalam Penyusunannya

Menurut Bivitri, Pemerintah saat ini melakukan pembenahan terhadap sistem hukum secara tergesa-gesa dan tidak komprehensif, terlebih tidak melibatkan stakeholders atau pemangku kepentingan yang lebih banyak lagi.

Terlebih kata, Bivitri saat ini Pemerintah dan DPR dalam suasana "lame duck" atau tengah fokus terhadap politik menjelang pemilu 2024 mendatang.

Dengan demikian, tambah Bivitri sebaiknya RUU ini, dibongkar ulang pada pemerintahan periode berikutnya dengan melibatkan stakeholder yang lebih banyak.

"Karena semua lagi fokus ke pemilu, menyelamatkan kursi masing-masing (DPR) dan kursi masing-masing bagi anggota kabinet, jadi seringkali ada keterburuan dan tidak memiliki fokus yang penuh," kata Bivitri.

Baca juga: Pengamat Soroti Poin-poin Ini di RUU Kesehatan Baru

Sehingga, lanjutnya Undang-Undang yang dihasilkan dalam masa "lame duck" ini cenderung tidak mendapatkan perhatian cukup. "Artinya stakeholder nya pun sangat mungkin untuk tidak mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi," katanya.

85