Jakarta, Gatra.com- Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menargetkan penurunan stunting sebesar 14 persen di tahun 2024. Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi BKKBN, Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, target ini akan dicapai dengan usaha yang serius termasuk dengan memitigasi resiko-resiko yang akan terjadi.
"Kita punya pekerjaan rumah untuk menurunkan stunting sebesar 14 persen sampai akhir 2024. Ini tentu saja bukan sebuah pekerjaan yang mudah, maka memang perlu dimitigasi faktor utama resikonya seperti apa," kata Teguh Santoso dalam diskusi bertajuk, "Langkah Penting Turunkan Stunting" di Jakarta, 26 Juni 2023.
Menurut Teguh, angka stunting mengalami penurunan signifikan justru di saat masa-masa covid. Ini karena adanya kerja yang intens antara BKKBN, lembaga-lembaga terkait, dan pemerintah daerah. Di mana dalam kerangka kerja sama ini, penyuluhan terkait stunting selalu dikaitkan dengan penyuluhan Covid-19.
"Dalam kerangka kerja sama itu, penyuluhan tentang covid dikaitkan dengan stunting, penyuluhan KB juga dikaitkan dengan stunting, pembangunan keluarga dikaitkan dengan stunting bahkan berbicara tentang kependudukan ada hubungannya dengan stunting," jelas Teguh.
Baca juga: Berat Badan Anak tidak Bertambah Sesuai Usia, Waspada Bahayanya
Meski demikian, Teguh tidak menampik masih banyak tantangan dan kendala yang dihadapi untuk memutus mata rantai stunting. Terutama juga untuk mencapai target penurunan stunting sebesar 14 persen di tahun 2024.
Tantangan-tantangan tersebut datang dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan juga soal literasi pemahaman masyarakat tentang stunting yang masih minim. "Jadi kami, bersama pemerintah daerah diberi mandat khusus untuk mengkoordinasi kebijakan kebijakan itu," bebernya.
Sukaryo juga membeberkan strategi efektif pencegahan stunting melalui dua langkah strategis. Pertama, kesamaan target untuk mengidentifikasi siapa-siapa yang harus menjadi target pencegahan stunting melalui intervensi dari hulu sampai hilir.
"Kalau kita sepakat katakan intervensi dari hulu. Sebelum memiliki balita stunting, maka calon pengantin, ibu yang sedang hamil, termasuk ibu-ibu yang memiliki balita harus menjadi prioritas," jelas Teguh.
Kedua, bentuk intervensi. Intervensi terdiri dari dua bentuk, yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik berupa pemenuhan gizi berupa makanan tambahan serta pemenuhan protein balita.
Baca juga: Ada 10 Indikator Kesehatan Berisiko Tak Tercapai, Ini Analisanya
Sementara itu intervensi sensitif meliputi perbaikan lingkungan keluarga, akses air bersih termasuk rumah yang layak huni.
"Keduanya sama-sama penting tapi harus bisa dibuat skala prioritas," katanya.
Misalnya, lanjut dia, jangan sampai mendahulukan rumah layak huni sementara gizi tak terpenuhi. "Jadi skala prioritas itu penting,” tukasnya.