Home Gaya Hidup Depot Jamu Ngatiyem dan Cerita-cerita Masa Krisis

Depot Jamu Ngatiyem dan Cerita-cerita Masa Krisis

Jakarta, Gatra.com - Goethe-Institut Indonesien menghadirkan “Jamu Ngatiyem”, karya seniman asal Sidoarjo Syska La Veggie, dalam seri pameran perdana GoetheHaus Foyer yang dibuka mulai 2-27 Agustus 2023. Karya instalasi media campuran ini membicarakan kompleksitas posisi perempuan dan strateginya bertahan hidup di masa krisis.

“Ada dua krisis besar yang keluarga saya alami. Dulu Ibu saya mengalami krisis moneter, reformasi. Saya berhadapan dengan krisis covid-19,” kata Syska saat pembukaan pameran di halaman tengah Goethe-Institut, Jakarta, Selasa (1/8).

Mengambil bentuk instalasi sebuah depot jamu seduh, karya “Jamu Ngatiyem” membicarakan tentang peristiwa tragedi berbeda tersebut yang tentunya berdampak terhadap perempuan. Seperti kekerasan dan beban ganda yang lebih besar. Karya ini juga mengangkat pengalaman ibu Syska, Ngatiyem, yang pernah berjualan jamu seduh untuk membantu menopang ekonomi keluarga.

Baca Juga: Makanan Hits Tahun 90-an Hingga Nuansa Retro di Lintas Melawai

Di samping depot jamu seduh ada pemutaran video wawancara dengan Ibu Ngatiyem tentang cerita perjuangannya menghidupi keluarganya dulu. Syska mengadopsi nama ibunya sebagai judul karya.

Ibunya tumbuh dari konstruksi Orde Baru dengan sistem Ibuisme negara yang patriarki. Sedangkan Syska tumbuh di era pasca Reformasi 1998 yang membuatnya resisten dan mempercayai feminisme. Syska dan ibunya, pada gilirannya, sama-sama hidup sebagai "generasi roti lapis" yang terperangkap dalam jebakan tanggung jawab keluarga ke atas (orang tua) dan ke bawah (anak).

“Sebagai sesama perempuan dan ibu pekerja yang menopang perekonomian keluarga dalam masa krisis berbeda, jamu menjadi metafor, medium, dan ekspresi visual dalam karya ini,” ucap Syska.

Performance Syska La Veggie di Goethe-Institut Indonesien (Gatra/Hidayat Adhiningrat P.)
Performance Syska La Veggie di Goethe-Institut Indonesien (Gatra/Hidayat Adhiningrat P.)

Jamu sendiri diartikan sebagai doa dan penyembuhan. Dalam karya instalasi ini, Syska menyediakan jamu berbahan kunyit dan kencur yang tidak biasa. Masing-masing varian diberi kata-kata sugesti dalam kemasannya yang menjadi judul masing-masing jamu.

Varian jamu tersebut adalah "Jamu Tolak Rasisme", "Jamu Galian Demokrasi", "Jamu Tuntas Patriarki", "Jamu Anti Korupsi", "Jamu Sehat Normal Baru", serta dua varian baru yang dihadirkan khusus untuk seri pameran kali ini. Selain itu, ada juga pelengkap jamu seperti madu, anggur kolesom, jeruk nipis, dan permen kayu putih.

Pengunjung yang hadir bisa memesan jamu apa yang diinginkannya. Saat proses penyeduhan, mereka bisa mengobrol dengan penyeduh sambil membicarakan tema dari jamu yang dipilihnya. Di sini pengunjung bisa berbicara tentang patriarki, rasisme, hingga demokrasi. Di saat-saat tertentu, Syska akan melakukan performance art menyeduh jamu sesuai pilihan pengunjung dengan mengenakan pakaian APD lengkap.

“Jamu Ngatiyem” adalah hasil dari program residensi selama enam minggu yang dijalankan oleh Syska di Yogyakarta bersama Ruang MES 56 dengan Cemeti-Institute for Art and Society “Jamu Ngatiyem” menjadi karya yang pertama kali dipamerkan dalam seri pameran GoetheHaus Foyer setelah melalui panggilan terbuka.

“Seri pameran GoetheHaus Foyer berangkat dari keinginan untuk terus mendorong penggunaan ruang-ruang di Goethe-Institut Jakarta, secara spesifik foyer di tempat pertunjukan GoetheHaus, sebagai tempat bagi seniman memamerkan karya mereka, berinteraksi dengan publik, hingga mengedarkan wacana terbaru,” ujar Dr. Ingo Schöningh, Kepala Program Budaya Goethe-Institut Indonesien.

132