Tlilir, Gatra.com – Orkes Sinten Remen menghangatkan suasana dingin Desa Tlilir dalam acara “Tlilir Art & Culture Festival” bertajuk “From Village To The World” yang berlangsung di Desa Tlilir, Kecamatan Tlogomulyo, Temanggung, Jawa Tengah (Jateng), pada Sabtu malam (2/9).
Silir Wangi, vokalis grup musik keroncong progresif bentukan almarhum Djaduk Ferianto tersebut langsung menghentak dengan lagu pembuka berjudul “Tanjung Perak” untuk menghangatkan suasana dingin malam Tlilir yang baru beranjak dengan Bulan kemerahan.
“Kita nyanyi bareng ya, bikin Tlilir semakin hangat, kita akan menghangatkan suasana, menghibur teman-teman semuanya,” ujar Silir.
Grup musik asal Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini mengaku kali pertama konser di atas atap (rooftop) perumahan warga yang disulap menjadi panggung berlatar Gunung Sumbing dan Sindoro nan indah.
“Sugeng dalu, semangat Tlilir. Tempatnya indah sekali, kita baru pertama kali pentas di atas rumah, di kaki gunung,” ungkapnya.
Silir dkk membawakan berbagai lagu, di antaranya lagu daerah, yakni “Kampuang Nan Jauh di Mato”, “Cublak Cublak Suweng”, “Sajojo”, dan “Es Lilin”, hingga barat yang digubah menjadi versi Orkes Sinten Remen. Mereka juga membawakan lagu hits Rindu ciptaan Eros Djarot yang dipopulerkan Agnes Monica.
Silir dkk bukan hanya menghangatkan suasana, namun juga membuat sejumlah penonton yang berada di atap rumah (rooftop) warga berjoget. “Saya bangga sekali Temanggung punya acara seperti ini,” ucapnya.
Perempuan kelahiran lereng Gunung Sindoro ini mengaku sudah lama merindukan suasana perdesaan seperti di Tlilir yang sangat indah, sejuk atau dingin, serta masyarakatnya yang super ramah.
“Saya lahir di Temanggung, tapi baru pertama pentas di atas seperti ini. Tempat yang luar biasa indah. Apik banget, seneng, adem,” ucapnya.
Ia juga sudah lama rindu pulang ke Temanggung setelah beberapa waktu lalu tidak bisa ke mana-mana karena pandemi Covid-19. “Sekarang sudah bebas, saya merindukan suasana desa seperti ini karena saya lahir di lereng Gunung Sindoro. Jadi kita tetanggaan,” katanya.
Hip Hop Foundation Meriahkan Malam Terakhir
Tlilir Art & Culture Festival yang berlangsung selama tiga hari ini, yakni mulai Jumat–Minggu (1–3/9), juga dimeriahkan dua penyanyi dangdut Arlida Putri x Irene Ghea pada hari pertama serta Jogja Hip Hop Foundation pada malam pamungkas.
Selain itu, festival ini juga menampilkan sejumlah kesenian tradisional setempat, di antaranya drama musikal yang melibatkan penduduk desa tersebut mulai dari pelajar hingga orang tua, serta festival kuda lumping yang tak kalah menarik.
Ada juga peragaan busana di luar ruangan (outdoor fashion show) dari perancang busana nasional dan lokal yang bertema ordinary traveling. Modelnya adalah para pemuda-pemudi karang taruna, ibu-ibu PKK, dan Kelompok Wanita Tani Tlilir yang berhasil berlaga bak model profesional di atas catwalk atau karpet merah.
Sebelum melakukan aksinya, mereka digemleng dalam waktu relatif singkat untuk memeragakan sejumlah busana, di antaranya koleksi Si Biru pada panggung yang berhiaskan ancak atau semacam tikar dari bambu untuk menjemur tembakau serta dekorasi yang menggunakan sekitar 380 bilah bambu.
Desa Wisata Kampung Tembakau
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, mengaku bangga atas gelaran festival seni dan budaya yang dihelat di atas rooftop rumah warga untuk kali pertama di wilayah salah satu penghasil tembakau terbaik dunia tersebut.
Menurutnya, selain menjadi penghasil tembakau kelas dunia, Tlilir juga terus mengembangkan seni dan budaya serta memacu untuk memproklamirkan diri sebagai desa wisata kampung tembakau.
“Saya berhadap dengan adanya dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak, 'Tlirir Art and Culture Festival' akan menjadi momen yang tak terlupakan bagi seluruh peserta dan pengunjung,” katanya.
Peserta dan pengunjung, lanjut pria yang karib disapa Sandi ini melalui rekaman video, untuk bergandengan tangan guna menyatakan semangat keindahan alam Indonesia dan ekonomi kreatif melalui festival.
“Ini bersama-sama untuk mewujudkan Indonesia sebagai destinasi wisata unggulan dan pusat kreativitas yang mendunia,” katanya.
Kepala Dinas (Kadis) Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Temanggung, Hendra Sumaryana, menyampaikan, Tlilir mempunyai alam nan eksotis di kaki Gunung Sumbing.
“Kita upayakan kegiatan ini kontinyu, sustainable yang berkelanjutan. Pemerintah Kabupaten Temanggung akan men-support untuk kegiatan yang kreatif seperti ini,” ujarnya.
Ia mengharapkan akan ada beberapa gelaran seni budaya lainnya di Tlilir untuk memperkenalkan wisata yang ada sehinga kian mendatangkan wisatawan lokal dan mancanegara.
Berdasarkan dari informasi kepada Desa Tlilir, Faturohman, lanjut Hendra, Tlilir sudah dikunjungi wisatawan mancanegara. Mereka mau tinggal untuk menikmati keindahan alam serta mempelajari budaya dan ekonomi lokal Tlirir.
“Itu hal yang luar biasa dan menjadi bekal bagi kita. Kita upayakan kegiatan ini bisa kita jual secara nasional dan internasional. Sukses untuk Desa Tlilir,” ujarnya.
Kepala Biro Komunikasi Publikasi Kemparekraf/Baparekraf, I Gusti Ayu Dewi Hendriyani, mengatakan, ini merupakan event yang sangat unik dan luar biasa. Dihelat di atas rooftop beberapa rumah warga yang disulap menjadi panggung utama dan festival serta penonton.
“Sebuah event yang sangat unik yang tidak pernah saya lihat selama ini, panggungnya di atas rumah, kemudian ornamennya dari bambu, hadir masyarakat kolaborasi dari pemerintah dan swasta serta para sponsor menjadi suatu event yang sangat menarik. Betul sekali [event] ini harus berkelanjutan,” katanya.
Atraksi wisata berupa fistival budaya kali pertama digelar di Tlilir ini sangat penting untuk memajukan sektor parekraf di Indonesia, khusunya di Tlilir, Temanggung, Jateng.
“Event ini berfokus pada sustainability dan ecofrendly event dan sebagai wujud inovasi dan adaptasi terhadap tren sikap perubahan wisatawan pascapandemi dalam berwisata yang besifat persona less, customises, localise, dan smaller in size, katanya.
Dewi menyatakan, Kemenparekraf akan selalu berupaya mendorong dan mengajak seluruh stakeholder pariwisata untuk tetap saling mendukung guna terus melakukan inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.
“Festival budaya 'The First Tlilir and Culture Festival' ini kami harapkan berkelanjutan sehingga menjadi event tahunan di Provinsi Jateng dan Kabupaten Temanggung pada umumnya,” kata dia.
Event tersebut diharapkan dapat menghadirkan banyak pengunjung dari berbagai daerah dan luar ngeri yang tentunya menjadi bagian dalam rangka menggerakan wisatawan domestik atau Nusantara untuk mencapai target 1,2 hingga 1,4 miliar pergerakan di tahun 2023 ini.
“Kemenparekraf menyampaikan apresiasi kepada semua pihak atas terselenggaranya event budaya yang luar biasa ini,” katanya.
Festival UMKM dan Kearifan Lokal
“Tlilir Art & Culture Festival” juga menghadirkan festival UMKM yang menyuguhkan kuliner khas Temanggung, produk kerajinan dari tembakau, dan fesyen.
Direktur Digra Sinergi Harsa, Ridlo Amiruddin, menyampaikan, event yang bakal digelar secara tahunan ini merupakan pesta rakyat dan kesenian serta kebudayaan yang berbasis pada community based tourism.
“Local wisdom [kearifan lokal] sangat kami perhatikan, misal untuk outdoor Fashion Show saja kita bekerja sama dengan pemuda pemudi Karang Taruna, Ibu-ibu PKK dan Kelompok Wanita Tani. Mereka kita edukasi hanya dalam tiga hari saja, namun hasilnya cukup memuaskan kita di catwalk,” ungkapnya.
Penyelenggara “Tlilir Art & Culture Festival” ini, lebih lanjut menyampaikan, untuk penyelenggaraan tahun depan, pihaknya tetap akan menjaga komitmen guna membangun event yang berbasis pada pariwisata berkelanjutan serta akan lebih banyak bersinergi lagi dengan para stakeholders.
“Untuk penyelenggara event tahun depan jadwalnya akan kita ajukan di bulan Juli agar menjadi beberapa rangkaian event di lereng gunung di pulau Jawa, seperti Festival 7 Gunung dan Dieng Culture Festival. Ini penting, agar wisatawan adventure dan minat khusus kian bertumbuh,” ujarnya.