Mataram, Gatra.com - Penanganan stunting di Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukkan hasil positif. Kondisi ini terus terus mengalami penurunan. Berdasarkan data rutin melalui kegiatan pengukuran di Posyandu Keluarga, stunting di NTB terus mengalami penurunan dan telah mencapai target yang diharapkan, lima tahun terakhir sesuai data e-PPGBM.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) NTB HL Hamzi Fikri, mengungkapkan, tahun 2019 tercatat anga stunting mencapai 25,9 persen dari target nasional 26,7 persen, dengan input data e-PPGBM 70,50 persen. Tahun 2020 sebesar 23,51 persen dari target nasional 24,10 persen dengan input data e-PPGBM 82,70 persen.
Ditambahkan Fikri, tahun 2021 sebesar 19,23 persen dari target nasional 21,10 persen dengan input data e-PPGBM 98,53 persen. Tahun 2022 sebesar 16,84 persen dari target nasional 18,40 persen dengan input data e-PPGBM 98,54 persen.
Baca Juga: Stunting NTB Tinggi, Anak Digencarkan Asupan Telur Dua Bulan
“Data terbaru per September 2023, sebesar 13,78 persen dari target nasional 16 persen, dengan input data e-PPGBM 98 persen,” katanya, Selasa (19/9).
Dikatakan, untuk dua kabupaten lainnya yang masih menjadi PR Pemprov NTB yang saat ini harus dan terus dilakukan pendampingan secara konsisten dan berkesinambungan, adalah Kabupaten Lombok Timur 17,24 persen dan Lombok Utara 18,03 persen.
Dalam hal ini, lanjut Hamzi, Pemprov menggandeng mitra potensial, untuk melakukan pendampingan dan pemberian protein hewani berupa telur. Dengan sasaran ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK), ibu hamil anemia, balita wasting, balita stunting, balita tidak naik berat badan.
“Yang dilanjutkan dengan Gerakan Bakti Stunting, dimulai pada Juni hingga September tahun ini,” katanya.
Kegiatan tersebut, terang Hamzi, melibatkan pemerintahan desa dan masyarakat setempat secara aktif, dalam pemantauan distribusi dan konsumsi telur oleh sasaran.
Baca Juga: Menko Muhadjir Sisir NTB, Perkawinan Anak Picu Tingginya Angka Kontet
Dia mengatakan intervensi pemberian protein hewani, yang dilaksanakan melalui bakti stunting di Pulau Lombok, sebagian besar memberikan hasil yang positif terhadap penurunan kasus stunting berdasarkan lokus desa intervensi.
Indikator keberhasilan pelaksanaannya, pemberian tuntas 90 hari makan, kepatuhan konsumsi, dan status gizi anak membaik. Dinkes NTB merekomendasikan agar gerakan gotong royong bakti stunting ini perlu terus didorong, serta diperluas kepada sasaran yang memiliki faktor risiko stunting.
”Keberlangsungan gerakan ini, perlu untuk terus dijaga. Dengan keterlibatan semua pihak, diharapkan target nasional penurunan stunting sampai 14 persen pada tahun 2024 optimis dapat tercapai,” terang Hamzi.