Jakarta, Gatra.com - Kolaborasi upaya percepatan penuruan penurunan stunting menunjukkan hasil yang positif. Tren prevalensi stunting di Indonesia terus turun.
“Ini tentu menggembirakan meskipun tidak sepenuhnya mencapai target. Capaian ini adalah hasil kerja bersama yang tentu kita syukuri. Namun saya minta kita tidak boleh berpuas diri karena masih ada target yang harus kita kejar yaitu prevalensi stunting 14 persen di tahun 2024. Waktu kita hanya tersisa satu tahun lagi,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Penurunan Stunting tahun 2023 di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (06/10) kemarin.
Hal tersebut disampaikan Wakil Presiden selaku Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) atas laporan yang disampaikan Koordinator TP2S yang juga Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.
"Artinya, sisa yang harus kita capai di tahun 2003 ini adalah 3,8 persen dan di tahun 2024, jadi 7,6 persen. Dan itu harus dicapai kalau kita ingin bisa mencapai 14 persen. Kalau tidak, berarti kita gagal mencapai target itu. Tapi kalau menurut Kepala BKKBN, kita yakin InsyaAllah akan bisa mencapai 14 persen. Yang penting, yakin dulu," kata Wakil Presiden.
Bagi Wapres RI, tantangan percepatan penurunan stunting ke depan akan semakin berat, selain keterbatasan waktu dan besarnya target untuk dicapai, Indonesia juga dihadapkan pada tahun politik.
"Oleh karena itu saya minta kepada saudara-saudara pejabat gubernur, bupati, wali kota, serta seluruh organisasi perangkat daerah untuk betul-betul mengawal pelaksanaan program tahun depan sekaligus memastikan penurunan stunting tetap menjadi program prioritas pada saat transisi pemerintahan nanti," ujar Ma’ruf Amin.
Wapres juga menegaskan peran aktif serta sinergi dan kolaborasi seluruh pihak adalah kunci dalam upaya mengatasi masalah gizi, termasuk stunting.
"Pada intervensi sensitif, selain isu ketahanan pangan, perbaikan praktik pengasuhan juga perlu menjadi perhatian, edukasi agar diberikan tidak hanya kepada orang tua tetapi juga kepada keluarga besar yang melakukan pengasuhan anak. Kemudian aspek lain yang masih harus ditingkatkan adalah pengorganisasian dan peningkatan kapasitas penggerak di lapangan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat,” ujar Wakil Presiden.
Perubahan Perilaku
Sementara itu dalam laporannya, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan tren penurunan stunting menggembirakan meskipun tidak sepenuhnya mencapai target.
Tahun 2013-2019 rata rata penurunan 1,3 persen per tahun, dan kemudian di tahun 2019 ke 2021 di saat pandemi, penurunan 1,6 persen per tahun. Alhamdulillah, tahun 2021 ke 2022 meskipun masih Pandemi (Covid-19), penurunan bisa mencapai 2,6 persen per tahun. Kami pun juga masih bisa optimis dimana target 14 persen dengan target penurunan (2023) 3,8 persen per tahun," kata Hasto.
Menurut Hasto, anggaran untuk percepatan penurunan stunting pada 2023 sebesar Rp30 triliun dan turun dibandingkan anggaran tahun sebelumnya.
“Namun capaian tetap meningkat, ini menunjukkan bahwa komitmen pemerintah pusat sampai daerah cukup baik, dan juga kepesertaan dana desa dan juga APBD menjadi kontribusi yang baik," kata Hasto.
Menurutnya, semua pihak perlu mendukung Kementerian Kesehatan dan Kementerian lain dalam upaya mempercepat menurunkan stunting, seperti program tambah darah bagi remaja putri, pemenuhan gizi makanan tambahan, dan juga ASI.
"Untuk calon pengantin agar sadar melakukan pemeriksaan sebelum nikah dan kemudian juga untuk sanitasi yang juga butuh dukungan kita semua. Perlu kami sampaikan, kami memantau yang anemia masih 22,3 persen, usianya terlalu muda 13,2 persen, dan terlalu kurus ukuran lingkar lengan terlalu kecil kurang dari 23,5 cm masih 21,2 persen," jelas Hasto.
Hasto juga menegaskan, pihaknya fokus menyosialisasikan edukasi dan menggencarkan komunikasi untuk meningkatkan perubahan perilaku. Menurut Hasto, hal itu tentu bisa dibantu oleh tenaga kesehatan didampingi juga tim pendamping keluarga.
Hasto juga melaporkan peran Perguruan Tinggi juga sudah bagus karena seluruh kabupaten kota 85,80% sudah bekerja sama dengan perguruan tinggi mendapatkan pendampingan terutama dalam menyusun strategi. Keluarga berisiko tinggi stunting yang mendapat Bapak dan Bunda asuh juga merata meskipun ada beberapa provinsi yang belum.
"Kesimpulan, pertama melihat tren yang ada, kami masih optimis untuk stunting bisa menuju 14 persen di 2024. Kedua, pilar komitmen dari tingkat pusat dan daerah cukup tinggi begitu juga perguruan tinggi, media dan swasta dan juga perlu ditingkatkan pelaksanaan konvergensi dan ketepatan sasaran dengan pendekatan keluarga berisiko tinggi stunting,” ujar Hasto.
Di akhir laporannya Hasto menyampaikan usulan terkait penambahan provinsi prioritas percepatan penurunan stunting dari 12 provinsi menjadi 17 provinsi, konvergensi menuangkan dana desa perlu ditingkatkan 10% minimal dana desa dan juga ijin mengusulkan PKH difokuskan untuk pemberian makanan tambahan bagi keluarga beresiko stunting dan makanan tambahan produk lokal; (3) Mohon dukungan untuk calon pengantin (catin) melalui elsimil dan untuk keluarga melalui sistem informasi keluarga.
Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan selaku Wakil Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat Muhadjir Effendy menekankan, perlunya komitmen, kerja keras, dan kerja sama dalam pencegahan stunting hingga ke tingkat desa.
Oleh karena itu, Muhadjir meminta para gubernur, bupati, dan wali kota, untuk mengoptimalkan koordinasi dan sinkronisasi dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota, dan provinsi secara berkala guna memaksimalkan konvergensi layanan dan mencarikan solusi atas kendala atau tantangan yang dihadapi TP2S.
Selain itu perlunya mendorong organisasi perangkat daerah terkait untuk mengoptimalkan DAK fisik, DAK non-fisik, APBD, dan APBDesa dalam mendukung percepatan penurunan stunting.