Jakarta, Gatra.com- Terdakwa Haris Azhar menyinggung minimnya penegakan hukum atas kegiatan bisnis pertambangan di Papua oleh perusahaan milik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Haris mengatakan, pemidanaan terhadap dirinya dan terdakwa Fatia Maulidiyanti merupakan langkah Luhut untuk membuktikan dan membantah kalau Toba Group memiliki tambang emas di Papua.
“Menariknya, berbagai fakta dan pernyataan tertulis yang disampaikan dalam riset justru diakui oleh pengadu dalam kesaksiannya dalam persidangan,” ucap Haris Azhar membacakan nota pembelaan pribadinya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin(27/11).
Haris mengatakan, Luhut bukan hanya mengakui kalau dirinya menjabat sebagai Menko Marves, tetapi juga mengakui sebagai pemilik grup Toba yang memiliki akses dan berkuasa atas perusahaan
“Ikut serta dalam mengambil keputusan strategis, menerima laporan-laporan perusahaan, mengetahui dan melakukan penunjukkan jabatan orang-orang dalam direksi dan komisaris. Aktivitas pertambangan terbukti,” jelas Haris.
Berdasarkan keterangan saksi dalam persidangan, terbukti bahwa Toba Group memiliki aktivitas bisnis tambang emas di Papua melalui anak perusahaan, yaitu PT Tobacom Del Mandiri yang saat itu dipimpin oleh Purnawirawan TNI Paulus Prananto.
“Jika di ujung cerita, dikambinghitamkan pada saudara Paulus Prananto, hal ini baru muncul setelah siniar saya sudah dipermasalahkan,” kata Haris.
Founder Lokataru ini pun mempertanyakan sikap perusahaan Toba Group yang hingga saat ini tidak terdengar memberikan hukuman apapun kepada Paulus Prananto atas tindakannya. Dalam kesaksiannya sebagai saksi, Paulus Prananto mengatakan kalau upaya kerja sama bisnis tambang atas nama PT Tobacom Del Mandiri dengan PT Madinah Quarrata'ain murni inisiatif pribadinya dan belum dikomunikasikan dengan para petinggi Toba Group.
“Jika judul siniar dan pernyataan fatia dianggap melakukan tindak pidana, jika riset masyarakat sipil dianggap tidak tepat, kenapa Paulus Prananto tidak dihukum lebih dahulu, bukankah artinya riset dan siniar saya berhasil membantu Perusahaan Toba menemukan kesalahan mereka?” tanya Haris.
Ia pun mempertanyakan hukum yang saat ini terasa bermuka dua dan mendukung mereka para teman penguasa dengan masyarakat biasa.
Atas perbuatan, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dinilai melanggar dakwaan primer, pasal dakwaan primer pasal 27 ayat 3 jp pasal 45 ayat 3 UU 11 tahun 2008 tentang ITE jo pasal 55 ayat 1 ke-satu KUHP.
Haris Azhar dituntut 4 tahun penjara dengan denda Rp 1 juta subsider 6 bulan penjara. Jaksa juga menuntut agar konten video podcast "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!" yang diupload atau diunggah pada akun youtube Haris Azhar agar dihapus dari jaringan internet dengan meminta bantuan dari Kemenkominfo.
Sementara, Fatia Maulidiyanti dituntut 3 tahun 6 bulan penjara dengan denda sebesar Rp500.000, subsider 3 bulan penjara.