Seoul, Gatra.com - Korea Utara telah memulai operasi satelit pengintaian setelah negara itu meluncurkan satelit mata-mata militer pertamanya bulan lalu dalam sebuah langkah yang mengundang sanksi baru dari Amerika Serikat dan sekutunya.
Kantor operasi satelit baru di Pusat Kontrol Umum Pyongyang dari Administrasi Teknologi Kedirgantaraan Nasional (NATA), mulai menjalankan misinya pada hari Sabtu dan akan melaporkan informasi yang diperoleh ke biro pengintaian di angkatan darat dan unit-unit utama lainnya, kata kantor berita pemerintah KCNA, Minggu (3/12).
Korea Utara mengatakan telah berhasil meluncurkan satelit mata-mata militer pertamanya pada 21 November, yang mengirimkan foto-foto Gedung Putih, Pentagon, pangkalan militer AS, dan "wilayah target" di Korea Selatan.
Langkah ini meningkatkan ketegangan regional dan memicu sanksi-sanksi baru dari AS, Australia, Jepang, dan Korea Selatan. Sejauh ini Pyongyang belum merilis gambar apapun dari satelit tersebut, sehingga para analis dan pemerintah asing masih memperdebatkan kemampuan satelit baru tersebut.
Dalam sebuah artikel terpisah yang dimuat oleh KCNA pada hari Minggu, seorang komentator militer Korea Utara yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Korea Selatan dipersalahkan atas rusaknya perjanjian pembangunan kepercayaan militer mereka, dan membenarkan peluncuran satelit mata-mata yang dilakukan oleh Korea Utara seperti yang dilakukan oleh negara-negara lain.
Artikel tersebut juga berpendapat bahwa peluncuran pengintaian militer pertama Korea Selatan bulan ini terbukti kontradiktif.
Pada hari Jumat, sebuah roket SpaceX Falcon 9 membawa satelit mata-mata pertama Korea Selatan ke orbit dari Pangkalan Angkatan Luar Angkasa Vandenberg di California. Korea Selatan telah mengontrak perusahaan Amerika tersebut untuk meluncurkan total lima satelit mata-mata pada tahun 2025 sebagai upaya untuk mempercepat tujuannya untuk mengawasi semenanjung Korea selama 24 jam.