Jakarta, Gatra.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan, inflasi pada 2024 atau di tahun politik berada pada level 3,2% secara tahunan (year on year/yoy). Perkiraan tersebut di atas asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang sebesar 2,8%.
Wakil Direktur INDEF, Eko Listiyanto mengatakan, perkiraan inflasi tersebut terutama disumbang oleh kenaikan harga volatile food. Volatilitas harga pangan ini akan sangat ditentukan oleh permintaan dan ketersediaan pangan, produksi di sentral produksi pangan dan masuknya musim penghujan. Selain itu. suku bunga acuan yang mash tinggi, hal ini akan berimplikasi preferensi penyaluran kredit.
“Memang secara hitung-hitungan kami dari asumsi makro mungkin sedikit lebih tinggi, di asumsi makro itu 2,8 persen, kita proyeksinya 3,2 persen untuk tahun depan,” kata Eko dalam acara Seminar bertajuk Tantangan Pelik Ekonomi di Tahun Pemilu, Rabu (6/12).
Dalam paparanya, Eko menjelaskan bahwa, secara historis inflasi pada dua Pemilihan Umum (pemilu) terakhir, tahun 2014 dan 2019 mengalami penurunan Inflasi. Pada pemilu 2014, harga pangan memicu inflasi pangan pada posisi tetap tinggi, sementara pada pemilu 2019 inflasi jauh lebih rendah dibanding Pemilu sebelumnya.
Menurutnya, secara umum hajatan demokrasi lima tahunan ini tetap akan menstimulus inflasi. Apalagi diikuti oleh produksi pangan yang berisiko menurun seiring pengaruh cuaca dan di sisi lain permintaan pangan saat pemilu yang meningkat.
Faktor lain yang dapat mengkerek inflasi adalah hari lebaran yang diperkirakan akan terjadi pada April 2024 mendatang. Menurut Eko, lebaran akan membuat infasi naik sebesar 1% per bulannya.
“Gambarannya memang tidak akan sangat melonjak tinggi menjadi 5 persen, juga tidak akan turun 2,8 persen. Jadi 3,2 itu saya rasa angka cukup realistis yang kita coba liat,” ujarnya.