Padang Panjang, Gatra.com - Hari Ghulur menampilkan karya “Silo” dalam pementasan di Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam, Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, Sumatera Barat, Kamis (7/12). Pementasan ini merupakan bagian dari rangkaian program Indonesian Dance Festival (IDF), Lawatari, di Padang Panjang.
Enam orang penari, secara bergantian, masuk dan keluar dari sisi pinggir panggung ke tengah. Di tengah panggung itu mereka berloncatan, jungkir balik, hingga berputar dalam gerakan-gerakan berulang. Diiringi musik yang mengesankan kegentingan, pertunjukan “Silo” sudah membawa penonton dalam tensi yang kuat dan energik sejak awal pertunjukannya.
Baca Juga: Masterclass Hari Ghulur di ISI Padang Panjang: Menemukan Kebebasan Tubuh yang Unik dan Organik
Karya ini mengeksplorasi tradisi tahlil dalam Islam, yang dalam konteks ini dibaca sebagai pusat motorik gerak torso. Maka itu, dalam setiap gerak apapun di atas panggung malam tersebut, para penari selalu menggerakan kepalanya ke berbagai arah. Seperti gerakan dalam prosesi tahlil yang tak disadari muncul begitu saja dari tubuh pelakunya.
Seperti sedang berzikir, kondisi tubuh seseorang berada dalam tingkatan spiritual tertentu. Secara tak disadari, tubuh pun bergerak dengan sendirinya. Orang awam mungkin menganggap ini sebagai fenomena kerasukan jin atau ruh suci dewa-dewi.
Namun, bagi mereka yang telah mengerti, gerak di luar kendali diri itu adalah kejadian wajar. Ketika seseorang sedang benar-benar dalam kondisi tenang, hening, dan energi kediriannya menyatu dengan energi semesta. Badan dan pikiran saling berkaitan.
Dalam praktik yoga, itu adalah tanda faktor kundalini dalam diri manusia telah menyala. Letaknya di bagian tulang belakang. Setiap manusia memiliki cakra atau pusat kekuatan yang bila aktif, maka energi yang dikeluarkan akan besar.
Makna inilah yang diambil Hari dalam karya “Silo”. Tahlil sebagai metode dialog vertikal dengan Yang Maha melalui gerak berulang dan personal. Sebagai koreografi dari laku ritual, “Silo” meruapkan ikhtiar gerak dalam mencapai puncak emosi dan spiritual dalam posisi tubuh yang terbatas.
Setiap penari terlihat memiliki versi geraknya sendiri yang tak selalu sama satu dan lainnya. Ini pun tampak seperti penerjemahan prosesi tahlil yang pada setiap kumpulannya tidak ada satu pun gerakan yang sama.Para penari menerjemahkan prosesi itu. Dalam satu adegan mereka duduk bersila, kemudian membalikkan tubuhnya, berputar di dasar lantai.
"Lailahaillallah..," mereka membacanya dengan tekanan yang kuat. Seolah sedang menemukan pencapaian spiritual. Bergerak dengan bebas. Seakan di luar kendali.
Menambah kesan tradisi Islam, para penari memakai properti sandal bakiak dan peci. Dalam satu adegan lain, tikar pun dimasukan ke tengah panggung. Menguatkan kesan kehadiran surau-surau di daerah asal Hari Ghulur, Madura.
“Silo” merupakan perkembangan dari karya Sila, yang diciptakan Hari Ghulur ketika mengikuti residensi di American Dance Festival. Awalnya dibawakan sendiri kemudian dikembangkan menjadi penampilan beberapa orang.
Karya “Silo” pernah dibawakan dalam pembukaan IDF 2022 di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Kemudian di Sawung Dance Festival 2023, Surabaya. Dalam perkembangannya, Hari Ghulur dibantu oleh Arco Renz dari Belgia yang bertindak sebagai pengonsep adegan atau dramaturgi.
Baca Juga: Tari Tanangan Karya Kurniadi Ilham, Tiga Babak Gerak Pengendalian Diri
Dalam Program Lawatari IDF di Padang Panjang kali ini, selain Hari Ghulur tampil juga Kurniadi Ilham di hari sebelumnya. Keduanya membawakan tarian yang benang merahnya adalah tarian yang inspirasinya diambil dari tradisi. Jika Hari mengambil esensi dari tradisi tahlil, Ilham meramu tradisi silat dari tiga daerah yang mewujud dalam gerak pengendalian diri.
Program Lawatari merupakan program baru IDF yang dilangsungkan pertama kali September lalu di Makassar dan kali ini, 6-7 Desember 2024, diadakan di Padang Panjang, Sumatera Barat. Nama Lawatari dibentuk dari gabungan dua kata yaitu “Lawat” dan “Tari”.
Program ini digagas untuk menghubungkan IDF dengan penggiat seni pertunjukan di kota yang dituju melalui pementasan karya. Dalam setiap lawatannya IDF bekerja sama dan berkolaborasi dengan penggiat seni pertunjukan lokal.
“Pada saat di Makassar kita berkolaborasi dengan Makassar Biennale. Kali ini kita berkolaborasi dengan Ruang Tumbuh Institute dan ISI Padang Panjang,” ucap kurator IDF Linda Mayasari di ISI Padang Panjang, Rabu (6/12).