Pati, Gatra.com - Sejumlah peternak ayam petelur di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, gulung tikar. Imbas anjloknya harga telur di pasaran dan tingginya biaya produksi.
Peternak Ayam Petelur, Scelviana Cahyani mengungkapkan, tidak sedikit peternak skala kecil yang menutup usahanya lantaran jomplangnya antara biaya produksi dan harga jual.
"Banyak peternak yang kapasitas kecil itu gulung tikar. Akhirnya produksi (telur di Pati) turun. Makanya peternak kecil memilih untuk tutup daripada tidak menutupi operasional," ujarnya, Rabu (20/12).
Ia bercerita, beberapa peternakan milik rekannya di Desa Tegalwero, Kecamatan Pucakwangi, dan Desa Tanjungsekar, Kecamatan Jakenan tidak mampu mempertahankan usaha.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan peternak stop beroperasi. Utamanya adalah tingginya harga pakan untuk ayam petelur.
Sehingga agar produksi tetap berjalan, peternak harus jeli memilah bahan pakan untuk nantinya diolah sendiri. Karena kalau membeli pakan jadi, dipastikan peternak merugi.
"Konsentrat sekarang harga Rp485.000 per 50 kilogram. Itu konsentrat bukan makanan jadi. Harus ditambah jagung, terus sebagian peternak ada vitamin tambahan. Harga katul sekarang Rp5.700 yang halus. Untuk jagung biasa belum digiling itu harga Rp7.000. Kalau jagung giling otomatis lebih mahal," bebernya.
Peternak juga harus merogoh kocek untuk obat-obatan ternak. Terlebih memasuki musim penghujan seperti sekarang ini, dimana ternak rentan terserang penyakit.
"Vitamin, juga vaksin tapi pemberiannya tidak setiap hari tergantung umurnya. Itu diperparah bulan kemarin kan mulai hujan, nah itu bisanya banyak penyakit contoh virus flu burung," papar warga Desa Tluwah, Kecamatan Juwana itu.
Harga telur yang turun, dikatakan menjadi biang banyak peternakan tutup. Alasannya saat harga telur melonjak tinggi, harga pakan juga meroket naik. Namun setelah harga ayam stabil, tidak ada penurunan harga pakan.
"Jadi memang dua bulan terakhir harga telur Rp29.000 per kilogram. Biasanya kalau seperti itu, kalau harga telur naik harga pakan ikut naik. Nah, harga pakan sudah terlanjur naik, ini harga telur mulai turun Rp26.000 per kilogram," terang perempuan berusia 24 tahun ini.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Pati, Niken Tri Meiningrum, mengamini jika terjadi lonjakan harga pakan ayam petelur.
"Memang harga (pakan) saat ini khususnya telur ini kan cukup tinggi. Jadi harga kadang-kadang melonjak, terus panen bersama-sama terus harganya anjlok, nah ini peternak harus pintar-pintar menjadwalkan kapan dia harus produksi kapan dia saat tertentu produksi melimpah, ini kan mempengaruhi harga telur," terangnya.
Lanjutnya untuk mengantisipasi kerugian, peternak kudu berinisiatif untuk membuat pakan ternak secara mandiri. Dengan demikian biaya produksi dapat dikurangi.
"Kemarin kita coba di daerah beketel itu dia sudah mengolah jagung di sana," imbuhnya.
Kabid Perdagangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Pati, Kuswantoro mengungkapkan, harga ayam saat ini adalah Rp26.000 per kilogram. Harga telur cenderung turun untuk dua bulan terakhir.
"Telur ayam mengalami penurunan, pekan kemarin Rp27.000 per kilogram, tetapi pekan ini Rp26.000 per kilogram. Penurunan drastis terjadi sejak November, padahal pada bulan sebelumnya harga telur mencapai Rp31.000 sampai Rp32.000 per kilogram," bebernya.
Ditambahkan, harga telur cenderung mengalami fluktuasi. Hal tersebut disebabkan kebutuhan permintaan dan ketersediaan berbanding terbalik.
"Ketersediaan telur di dalam kota (pasar lokal) sudah terlalu banyak, sehingga harga bisa dikontrol," kelasnya.