Home Internasional Harapan Kesepakatan Gencatan Senjata Israel-Hamas: Sudah 20.000 Orang Tewas di Gaza

Harapan Kesepakatan Gencatan Senjata Israel-Hamas: Sudah 20.000 Orang Tewas di Gaza

Gaza, Gatra.com – Masih tersisa harapan diberlakukannya gencatan senjata Israel dan Hamas karena mereka sedang membicarakannya, termasuk kesepakatan pembebasan sandera dalam perang Gaza, menyusul pembicaraan di Eropa dan kunjungan pemimpin Hamas Palestina ke Mesir.

Beberapa orang memang berbicara mengenai gencatan senjata, namun pertempuran masih terus berkecamuk dan pemerintah Hamas di Gaza mengatakan jumlah korban tewas di wilayah Palestina sudah mencapai 20.000 orang.

Perdana Menteri Israel yang berhaluan sayap kanan, Benjamin Netanyahu, mengatakan tidak akan ada gencatan senjata di Gaza sampai militan Hamas dihancurkan, namun Gedung Putih masih berharap perundingan gencatan senjata dapat membuahkan hasil.

“Ini adalah diskusi dan perundingan yang sangat serius dan kami berharap hal ini dapat membuahkan hasil,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional, John Kirby kepada wartawan, dikutip AFP, Rabu (20/12).

Komentarnya muncul tak lama setelah Netanyahu --di bawah tekanan dari Washington dan sekutu lainnya atas jatuhnya korban sipil -- menegaskan kembali tujuannya untuk menghancurkan Hamas dengan mengatakan tidak akan ada gencatan senjata hingga pembicaraan tercapai.

“Kami tidak akan berhenti berperang sampai kami mencapai semua tujuan yang kami tetapkan sendiri: pemusnahan Hamas, pembebasan sandera, dan berakhirnya ancaman dari Gaza,” kata Netanyahu.

Selasa malam, dia mengatakan kepada keluarga dari 129 tawanan yang tersisa di Gaza bahwa kepala mata-matanya sedang berupaya untuk membebaskan mereka.

Dia juga mengatakan baru saja mengirim pimpinan Mossad ke Eropa dua kali, untuk memperkuat proses pembebasan sandera.

Perang Gaza paling berdarah yang pernah terjadi dimulai ketika Hamas menyerang Israel selatan pada tanggal 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.140 orang di Israel, sebagian besar warga sipil, dan menculik sekitar 250 orang, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka-angka Israel.

Sebagai tanggapan, Israel memulai pemboman tanpa henti bersamaan dengan invasi darat. Pihak berwenang Hamas mengatakan sebagian besar korban tewas di Gaza adalah perempuan dan anak-anak.

Protes

Netanyahu menghadapi protes dari keluarga sandera yang meminta kesepakatan mendesak untuk membebaskan para tawanan.

“Setiap saat para sandera berada di sana, selalu ada bahaya. Mereka tidak punya waktu,” kata Ofir Engel, 17 tahun, mantan tawanan Belanda-Israel, pada konferensi pers, Rabu.

Direktur Mossad David Barnea mengadakan pertemuan di Warsawa minggu ini dengan kepala CIA Bill Burns dan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, kata seorang sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut kepada AFP, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

“Pembicaraan sedang berlangsung dengan tujuan mencapai kesepakatan seputar pembebasan sandera yang tersisa di Gaza, dengan imbalan gencatan senjata dan potensi pembebasan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel,” kata sumber tersebut.

Qatar, yang didukung Mesir dan Amerika Serikat, bulan lalu membantu menengahi gencatan senjata pertama selama seminggu yang membebaskan 80 sandera Israel dengan imbalan 240 tahanan Palestina.

Pemimpin Hamas yang berbasis di Qatar, Ismail Haniyeh, pada hari Rabu tiba di Mesir untuk melakukan pembicaraan dengan kepala intelijen Abbas Kamel.

Seorang pejabat Hamas, yang berbicara pada hari Rabu tanpa menyebut nama, mengatakan kepada AFP di Gaza bahwa gencatan senjata total dan mundurnya tentara pendudukan Israel dari Jalur Gaza, adalah prasyarat untuk setiap negosiasi serius mengenai pertukaran sandera-tahanan.

Sebuah sumber yang dekat dengan Hamas sebelumnya mengatakan pembicaraan di Mesir akan fokus pada proposal termasuk gencatan senjata selama seminggu, yang akan menghasilkan pembebasan 40 sandera Israel.

Sebelum meninggalkan Qatar, Haniyeh bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian namun tidak ada rincian yang diungkapkan.

Di Rafah dilaporkan bola api dan asap hitam membubung setelah terjadi ledakan, warga pun menyatakan harapannya perundingan akan berhasil.

“Saya menginginkan gencatan senjata sepenuhnya, dan mengakhiri rangkaian kematian dan penderitaan. Sudah lebih dari 75 hari,” kata Kassem Shurrab, warga Palestina 25 tahun.

Bassil Khoder, 63 tahun, mengatakan gencatan senjata akan memungkinkan pengungsi Palestina seperti dia untuk kembali ke rumah mereka, dan itu juga akan baik bagi Israel. 

“Orang-orang Yahudi juga adalah tetangga kami,” katanya. “Kami tidak akan menyerah pada mereka,” tambahnya.

"Cukup" korban jiwa

Sebuah kamera disiarkan langsung AFPTV pada hari Rabu memfilmkan dua bom yang menghantam Rafah, di Gaza selatan di mana banyak dari sekitar 1,9 juta pengungsi di wilayah tersebut telah melarikan diri.

Kementerian Kesehatan Hamas mengatakan serangan Israel menewaskan sedikitnya 12 warga Palestina ketika rumah dan masjid di Rafah menjadi sasaran pemboman.

Massa mengerumuni reruntuhan, menggali dengan sekop dan cangkul mencoba untuk menyelamatkan para korban. Satu tubuh, menghitam dan mulut ternganga, tergeletak di bawah selimut biru cerah di tanah yang berlumuran darah.

“Cukup, cukup dengan ini. Kami telah kehilangan segalanya dan kami tidak dapat menanggungnya lagi,” kata Samar Abu Luli, seorang wanita di Rafah, setelah serangan Israel di lingkungan Al-Shabura di kota tersebut.

Tentara Israel melaporkan pertempuran jarak dekat dan lebih dari 300 serangan berlangsung selama sehari, sementara jumlah korban tewas di antara pasukannya sendiri meningkat menjadi 134 orang di Gaza.

Dikatakan bahwa operasi darat, udara dan laut dilakukan terhadap puluhan, militan dan infrastruktur mereka termasuk lokasi peluncuran roket serta pusat komando dan kendali militer di Khan Yunis, Gaza selatan.

“Mereka juga menemukan infrastruktur bawah tanah, dengan sistem air dan listrik, selama penggerebekan di kediaman tokoh senior Hamas di Khan Yunis,” kata militer.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan melakukan pemungutan suara pada hari Rabu mengenai resolusi yang beberapa kali tertunda, melalui seruan penghentian perang setelah para anggotanya berselisih mengenai kata-kata yang digunakan.

Versi terbaru dari teks yang dilihat oleh AFP menyerukan “penghentian segera” permusuhan.

Sebelumnya, Amerika Serikat memveto resolusi gencatan senjata.

Israel, yang mengumumkan pengepungan total terhadap Gaza pada awal perang, sejak itu mengizinkan masuknya truk bantuan melalui perbatasan Rafah dengan Mesir dan pada minggu ini, penyeberangan Kerem Shalom mulai dibuka.

Program Pangan Dunia (WFP) PBB mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka telah mengirimkan makanan melalui Kerem Shalom dalam konvoi bantuan langsung pertama dari Yordania di tengah jutaan orang menghadapi risiko kelaparan.

Bahan bakar, air dan pasokan medis juga langka, penyakit menyebar, dan komunikasi berulang kali terputus.

Sebuah badan militer Israel, COGAT, mengatakan pihaknya telah mulai memasang pipa dari Mesir untuk mengalirkan air minum dari pabrik desalinasi bergerak, dalam sebuah proyek yang dipimpin Uni Emirat Arab.

Ketika mengunjungi Siprus pada hari Rabu, Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen menyatakan dukungannya terhadap rencana pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza dari pulau Mediterania.

“Kami bertujuan untuk menciptakan jalur cepat bagi bantuan kemanusiaan ke Gaza melalui koridor ini,” katanya kepada wartawan.

Perang Gaza telah memicu ketakutan akan eskalasi regional, karena terjadi baku tembak di perbatasan Lebanon, dan rudal dari kelompok Houthi di Yaman yang didukung Iran mengganggu pengiriman logistik pelayaran di Laut Merah.

64