Jakarta, Gatra.com - Langkah pemerintah menggalakkan investasi di luar Pulau Jawa dinilai sebagai kebijakan yang tepat. Hal itu dikemukakan pakar ekonomi pembangunan Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto.
Pemerataan investasi merupakan keharusan untuk menghapus kesenjangan, karena menurutnya 52 persen perekonomian Indonesia masih terpusat di Jawa.
“Langkah Kementerian Investasi/BKPM sudah on the track, bahwa investasi harus berimbang di Jawa dan luar Jawa,” ungkapnya, Kamis (21/12).
Baca Juga: Investasi di Kawasan Borobudur Diarahkan untuk Kembangkan Akomodasi Alternatif di Pinggiran
Sayangnya, kata dia, banyak orang mereduksi investasi hanya jalan tol saja, padahal itu hanya sebagian kecil. “Kan ada bendungan, pelabuhan, kereta api. Pembangunan itulah yang akan menarik investor untuk datang ke luar Jawa, khususnya daerah Indonesia Timur,” terangnya.
Atas dasar itu, lanjutnya, siap pun presidennya, pemerataan investasi adalah keharusan. “Pembangunan di luar Jawa harus didorong, tidak bisa Jawa sentris, apalagi Jawa hanya sebagian kecil dari wilayah Indonesia,” sambung Teguh.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI itu pun menjelaskan, pemerataan investasi bisa menjadi solusi atas keterbatasan daya tampung Pulau Jawa. Sebab, efek domino dari kebijakan ini adalah membangun sentra ekonomi dan pusat keramaian di wilayah lain Indonesia.
Kendati mengakui pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mengebut ketertinggalan wilayah non-Jawa, Teguh juga berharap pemerintah tidak kehilangan fokus terhadap pembangunan di wilayah Indonesia timur lainnya.
“Kita harus menggeser industri-industri keluar Jawa, supaya ada pusat pertumbuhan baru, IKN mungkin salah satunya. Tapi itu saja tidak cukup, ada juga Sulawesi dan wilayah timur lainnya yang harus dikembangkan,” ujar dia.
Tidak ketinggalan, peraih gelar doktor dari Nagoya University ini mengingatkan tiga hal supaya pembangunan yang sedang dikebut oleh pemerintah dapat memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Pertama, pembangunan harus dilakukan dengan pendekatan saintifik, bukan sentimen politik guna mengamankan kepentingan elektoral.
Kedua, pemerintah harus mempersiapkan skenario untuk mengambil porsi lebih jika investasinya bersifat high capital intensive. Sebab, investasi yang bernilai besar, seperti tambang, umumnya menuntut konsesi selama puluhan tahun.
“Tambang konsesinya memang gak bisa pendek, tapi jangan terlalu panjang juga. Mungkin 20 tahun bisa di-renew adalah periode yang pas. Tapi setiap 5 atau 10 tahun harus ada milestone, misal harus membangun smelter, jangan mau dinego ekstraktif terus. Dan di periode berikutnya, harus ada pelibatan atau saham pemerintah lebih besar lagi. Inilah yang bisa menjamin sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat,” beber Teguh.
Terakhir, yang tidak kalah penting, investasi harus membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya. Supaya hal ini terwujud, Teguh mengusulkan supaya pemerintah pusat dengan pemerintah daerah berkolaborasi mempersiapkan sumber daya manusia. Salah satu caranya dengan membangun sekolah kejuruan atau balai latihan kerja (BLK) yang selaras dengan kebutuhan di kawasan investasi setempat.
Baca Juga: Presiden Jokowi Tegaskan Pentingnya Perbaikan Iklim Investasi: Bukan Hanya Marketing
Sebagai informasi, Kementerian Investasi/BKPM menyatakan realisasi investasi triwulan III (Juni-September) 2023 mencapai Rp374,4 triliun atau meningkat 7% dibanding periode sebelumnya. Secara kumulatif periode Januari-September 2023, realisasi investasinya mencapai Rp1.053,1 triliun atau meningkat sebesar 18% dibanding periode yang sama pada 2022 (YoY). Nilai tersebut sudah mencapai 75,2% dari target investasi 2023 sebesar Rp1.400 triliun.
Secara lebih spesifik, pada triwulan III 2023, kontribusi investasi di luar Jawa melampaui di Pulau jawa, yaitu sebesar Rp190,9 triliun. Angka itu meningkat 14,7% dibanding triulan III 2022 yang sebesar Rp166,3 triliun. Untuk periode Januari-September 2023, kontribusi investasi di luar Jawa melebihi di Pulau Jawa, yaitu sebesar Rp545,8 triliun. Angka itu meningkat 15,6% jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2022 (YoY) atau sebesar Rp472,1 triliun.
Sepanjang triwulan III 2023, jumlah penyerapan tenaga kerja Indonesia (TKI) mencapai 516.467 orang dan untuk periode Januari-September 2023 penyerapannya mencapai 1.365.648 orang. Data Kementerian Investasi/BKPM membuktikan bahwa realisasi investasi linear dengan penyerapan tenaga kerja.