Home Nasional Komnas HAM Tegaskan Kondisi HAM di Papua Belum Membaik Sepanjang Tahun 2023

Komnas HAM Tegaskan Kondisi HAM di Papua Belum Membaik Sepanjang Tahun 2023

Jakarta, Gatra.com - Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengatakan, penanganan dan kondisi HAM di Papua sepanjang tahun 2023 masih belum membaik. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kasus dan pengaduan yang diterima Komnas HAM.

“Secara umum, dapat dikatakan bahwa situasi HAM di Papua belum membaik,” ucap Atnike saat konferensi pers “Kerja Komnas HAM dalam Penegakan HAM pada tahun 2023” di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (25/1).

Komnas HAM mencatat, sepanjang tahun 2023, terdapat 113 peristiwa pelanggaran HAM di Papua. Angka ini hanya dari monitoring media dan pemberitaan, bukan jumlah aduan yang diterima Komnas HAM. Kemudian, dari 113 peristiwa atau kasus yang ada, 80 kasus merupakan kasus kekerasan dan konflik bersenjata.

“Permasalahan utama yang masih terus berlanjut di Papua adalah konflik bersenjata di antara aparat keamanan dengan kelompok sipil bersenjata,” jelas Atnike.

Konflik bersenjata ini menyebabkan korban di semua pihak, baik dari kalangan aparat keamanan, maupun di kelompok sipil bersenjata. Namun, Komnas HAM mencatat, korban terbanyak tetap datang dari kalangan warga sipil. Hal ini dikarenakan, ketika konflik bersenjata terjadi, muncul satu masalah baru, yaitu terjadinya pengungsi internal.

“Karena, ketika terjadi konflik bersenjata, biasanya kemudian masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi konflik harus pergi mengungsi, tentu untuk alasan-alasan keamanan,” lanjut Atnike.

Selain konflik bersenjata, Komnas HAM menilai, kebebasan berekspresi dan berpendapat di Papua juga masih terbatas. Hal ini terlihat dari ditemukannya penggunaan kekuatan secara berlebihan oleh aparat keamanan ketika menghadapi demonstrasi dari masyarakat Papua.

Sepanjang tahun 2023, Komnas HAM menemukan adanya penggunaan takar makar sebagai cara untuk memidanakan masyarakat Papua yang tengah menyampaikan ekspresi mereka.

Komnas HAM juga memberikan catatan khusus terkait pelaksanaan otonomi khusus (otsus) jilid 2. Pemekaran provinsi di Papua menyebabkan beberapa persoalan baru, terutama dalam sektor konflik agraria.

“Ada kasus yang diadukan kepada Komnas HAM terkait misalnya penetapan lahan pembangunan Kantor Pemerintahan di provinsi Papua Pegunungan dan kasus-kasus agraria terkait masuknya investasi ke Papua,” kata Atnike.

Komnas HAM mendorong agar pelaksanaan otsus jilid 2 dapat lebih partisipatif agar tujuan program ini dapat tercapai, yaitu untuk memberikan kesejahteraan bagi warga Papua, terutama Orang Asli Papua (OAP). Komnas juga mendorong agar pemerintah dapat menghargai batas wilayah masyarakat adat mengingat tradisi dan keterikatan masyarakat dengan tanah leluhur mereka.

“Komnas HAM tetap meminta dan mendorong pemerintah termasuk di dalamnya aparat keamanan untuk mengutamakan pendekatan ham di dalam menangani insiden konflik bersenjata dan mendorong penghapusan kriminalisasi terhadap orang asli Papua,” tegas Atnike.

48