Palembang, Gatra.com - Sidang dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (PT SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), yaitu PT Bukit Multi Investama (BMI), kembali berjalan di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (19/2).
Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi mantan Direktur Utama PT Putra Muba Coal (PMC) yang sekarang menjabat sebagai Direktur Utama PTBA, yaitu Drs. Arsal Ismail.
Selain itu, ada empat orang saksi lainnya juga dihadirkan di hadapan majelis hakim masing-masing Agus Ruhyana (anggota tim evaluasi kelayakan teknis A2B), Chandra Irawan (koordinator tim pengecekan A2B di PT PKN), Adhi Garmana (anggota tim audit teknis di PKN & NTC), dan RM Fauzih (anggota tim audit teknis di PKN & NTC).
Arsal Ismail mengatakan dalam kesaksiannya di persidangan, sepengetahuannya selama menjabat sebagai Dirut PTBA, PTBA selalu diaudit BPK secara berkala.
"Namun sampai saat ini, BPK tidak pernah melaporkan ada temuan kejanggalan terhadap PT SBS termasuk pada saat proses akuisisi," ujarnya.
Arsal menambahkan, jika produksi batubara PT SBS telah meningkat 10x lipat semenjak diakuisisi, dari awalnya sekitar 5,3 juta BCM menjadi 54 juta BCM.
Hal tersebut membuat PT SBS pada tahun 2022 meraup laba sebesar Rp165 miliar dan Rp148 miliar, per September 2023, yang mana juga berdampak pada ekuitas PT SBS per tahun 2023 telah positif sebesar Rp101 miliar.
"Belum lagi efisiensi harga kontraktor batubara yang didapat oleh PTBA semenjak PT SBS diakusisi yaitu sampai dengan Rp10 triliun per tahun 2023," bebernya.
Dalam kesaksiannya, Arsal juga menambahkan jika PT SBS punya prospek besar. Di mana pada RJPP 2025-2030, PT SBS diproyeksikan menjadi anak perusahaan dari Mining Industry Indonesia (MIND ID) serta PT SBS juga sedang berencana IPO.
"Jika PT SBS berkerja di anak-anak perusahaan MIND ID, maka PT SBS akan memberikan tambahan laba kepada PTBA secara konsolidasi, serta menambah portofolio anak dan cucu perusahaan yang akan meningkatkan harga saham PTBA,” ungkapnya.
Ada empat orang saksi lainnya yang hadir yakni Agus Ruhyana, Chandra Irawan, Adhi Garmana, dan RM Fauzih, semuanya senada menjelaskan jika seluruh terdakwa tidak pernah melakukan intervensi atau meminta, untuk memanipulasi data-data terhadap alat-alat berat PT SBS pada saat proses akuisisi.
“Klien saya terbukti telah memenuhi persyaratan pada proses akuisisi karena BPK telah melakukan audit secara rutin namun tidak pernah diadakan temuan,” ucap Ainuddin, selaku pengacara pemilik lama PT SBS.
Ainuddin kembali mempertanyakan kenapa proses akuisisi PT SBS masih dianggap merugikan keuangan negara. Dirut PTBA saja sudah bilang kalau akuisisi PT SBS telah membuat efisiensi yang luar biasa terhadap PTBA, yakni dengan meningkatkan produksi batubara negara, serta memberikan keuntungan secara konsolidasi terhadap BUMN.
Ainuddin juga mengaku heran terkait dengan perhitungan kerugian negara yang dilakukan tidak melalui BPK. Karena perhitungan kerugian negara dari KAP Chaeroni & Rekan tidak pernah melakukan konfirmasi dan klarifikasi terhadap akuisisi PT SBS kepada PTBA selaku pihak yang diaudit (auditee), sehingga sangat jelas audit investigatif tersebut telah melanggar asas asersi sebagaimana disyaratkan oleh SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara).
Sebelumnya, kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma (M), mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya (ADP), Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Syaiful Islam (SI), Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtimah Tobing (NT), dan pemilik lama PT SBS Tjahyono Imawan. Mereka diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi tersebut.
Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menyebut bahwa dalam proses akuisisi PT SBS oleh PTBA melalui PT BMI pada 2015 tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).