Karanganyar, Gatra.com - Pj Bupati Karanganyar, Jateng, Timotius Suryadi menyebut ada 67 guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang ingkar SK pengangkatan, terancam kehilangan hak-haknya. Puluhan guru itu terbukti mengajar di tempat yang bukan sekolah seharusnya.
"Daripada kehilangan hak-haknya, lebih baik kembali ke sekolah tempat seharusnya mereka diangkat sesuai SK," kata Timotius, Minggu (25/2).
Puluhan guru PPPK itu mengadu ke DPRD pada pekan lalu. Mereka meminta wakil rakyat memberi solusi masalahnya. Mereka khawatir hak-haknya sebagai ASN dicabut pemerintah lantaran ketahuan mengingkari SK pengangkatan. Mereka memegang surat pernyataan melaksanakan tugas (SPMT) di sekolah bukan linier SK. SPMT itu abal-abal lantaran bukan pejabat berwenang yang menandatangani.
Mengenai SPMT abal-abal itu, Timotius enggan mengomentari. Ia memilih mengembalikan 67 guru PPPK itu ke sekolah sesuai SK pengangkatan.
"Dikembalikan ke formasi awal mereka mendaftar saja. Ini kaitannya dengan pemerintah pusat yang memberi kebijakan PPPK. Kalau ngeyel, guru PPPK yang bersangkutan terhambat karirnya. Soalnya mereka ini sudah masuk data base," katanya.
Problem ini masih dikaji. Termasuk jika penyebabnya regrouping sekolah yang belum lama ini dilakukan Pemkab Karanganyar. Sekolah itu sebelum diregroup, tertera di SK BKN untuk pengangkatan guru PPPK. Namun saat yang bersangkutan ke sana, sekolah itu tinggal kenangan lantaran sudah digabung ke sekolah lain.
Kepala Disdikbud Karanganyar, Agam Bintoro mengatakan kasus guru PPPK ingkar SK pengangkatan baru kali pertama terjadi. Ia menyebut oknum guru PPPK itu ada yang beralasan ingin berdekatan domisili. Ada pula yang memilih ke sekolah lama tempatnya mengajar wiyata bakti karena tempat kerja di SK pengangkatan guru PPPK sudah diregroup. Menurutnya, kasus tersebut preseden buruk penyelenggara pendidikan di Karanganyar.
"Reputasi Karanganyar yang selama ini baik di perencanaan, terganggu," katanya.
Ia menyayangkan 67 guru PPPK itu malah mengadu ke DPRD. Menurutnya, solusi permasalahan mereka di ranah eksekutif alias Disdikbud.
"Enggak sulit mengembalikan mereka ke sekolah sesuai SK. Yang sulit itu malah mereka mengadu kesana kemari," katanya.