Jakarta, Gatra.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyakini terdakwa Windi Purnama telah menyamarkan uang hasil tindak pidana korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. Penyamaran uang ini dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membeli aset dan mengubah mata uang rupiah menjadi mata uang asing.
"Perbuatan terdakwa bahwa mengubah bentuk dari uang menjadi aset rumah merupakan perbuatan menyamarkan uang hasil tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa,” ucap salah satu jaksa saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (4/3).
Jaksa mengungkap, setelah Windi menerima hasil ‘uang lelah’ usai menjadi kurir pergerakan uang dalam kasus ini pada tanggal 19 Juli 2021, Windi memindahkan uang ini ke rekening pribadinya. Lalu, uang ini pun digunakan untuk membayarkan cicilan rumah yang beralamat di BSD, Tangerang Selatan.
Meski demikian, Jaksa meyakini cicilan rumah ini sudah Windi bayarkan sejak Januari 2021 menggunakan uang yang diperolehnya secara sah. Namun, hal ini berubah semenjak dirinya terlibat dalam upaya pengaturan kasus dugaan korupsi ini.
“Kemudian, diteruskan dengan hasil uang tindak pidana korupsi dari 31 Juli 2021 sampai dengan 1 Februari 2023 melalui cicilan,” kata Jaksa.
Dalam proses cicilan hingga pelunasan aset berupa rumah di BSD ini, Jaksa menilai telah terjadi percampuran uang, antara penerimaan yang sah atau sebelum menerima uang tindak pidana korupsi dengan uang tidak sah atau setelah menerima uang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
“Sehingga, seolah-olah semua pembayaran atas rumah tersebut adalah dari penghasilan yang sah, yakni dikuasai oleh terdakwa,” lanjut jaksa.
Hal ini diyakini jaksa merupakan salah satu bentuk upaya untuk menyamarkan uang hasil tindak pidana korupsi. Selain itu, Windi diyakini telah melakukan penyamaran uang hasil korupsi dengan menukar mata uang rupiah yang diterima menjadi mata uang asing, yaitu Peso Filipina.
Penukaran rupiah menjadi Peso Filipina ini diyakini jaksa terjadi saat Windi melarikan diri ke Filipina untuk menenangkan diri.
“Terdakwa memutuskan melarikan diri ke Filipina setelah ditangkapnya Anang Achmad Latif. Dan, untuk membiayai kebutuhan selama melarikan diri ke Filipina sejak bulan Februari 2023 sampai dengan Mei 2023, Terdakwa menggunakan uang hasil tindakan pidana dengan cara menukarkan uang hasil tindak pidana tersebut dari mata uang rupiah menjadi mata uang asing peso Filipina,” jelas Jaksa.
Penukaran mata uang ini diyakini jaksa sebagai upaya Windi untuk menyamarkan uang hasil korupsi yang diterima.
Berbeda dengan penilaian jaksa, Windi mengaku perjalanannya ke Filipina hanya untuk berlibur. Namun, ia tidak menampik bahwa hal ini ia lakukan setelah mengetahui Anang Achmad Latif yang saat itu masih menjabat Dirut BAKTI Kominfo baru saja ditangkap oleh penyidikan Kejaksaan Agung.
“Ya memang itu saya berlibur lah ke Filipina. Karena saya juga melihat berita Anang ditangkap ya pak ya. Penyidikan sedang berjalan dan saya merasa tidak tenang pak jaksa sehingga saya jalan ke Filipina,” ucap Windi Purnama saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (26/2).
Dalam kasus perkara ini, Windi menerima uang berjumlah Rp750 juta rupiah yang ia terima dari beberapa pihak, yaitu dari Irwan Hermawan sejumlah Rp200 juta dan US$3.000. Kemudian, melalui Direktur PT Waradana Yusa Abadi, Steven Setiawan Sutrisna sebesar Rp500 juta.
Atas tindakannya, Windi Purnama dituntut empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan ancaman pidana tambahan berupa enam bulan penjara. Jaksa menilai, Windi telah melanggar Pasal 4 UU RI No 8 Tahun 2010 Tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.