Home Hukum Eks Mensos Juliari Ungkap Asal Mula Program Bansos Sebelum Dikorupsi Rp127 M

Eks Mensos Juliari Ungkap Asal Mula Program Bansos Sebelum Dikorupsi Rp127 M

Jakarta, Gatra.com - Mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara menceritakan awal mula program bantuan sosial (bansos) beras yang dilaksanakan pada masa pandemi Covid-19. Program ini ditujukan agar bisa diterima keluarga penerima manfaat program keluarga harapan (KPM PKH) dari Kementerian Sosial tahun 2020.

Hal ini Juliari sampaikan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi untuk kasus perkara dugaan korupsi bansos beras yang melibatkan terdakwa M. Kuncoro Wibowo, Richard Cahyanto, Roni Ramdani, Ivo Wongkaren, Budi Susanto, dan April Churniawan.

Juliari menyampaikan, program ini diprakarsai Badan Urusan Logistik (Bulog) yang mengaku memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) yang cukup tinggi.

“Awalnya, ini triggernya adalah Bulog yang memiliki CBP, stok beras tinggi. Pada saat itu kan sedang Covid. Kami (Kemensos) juga menjalankan beberapa program yang non reguler, istilahnya,” ucap Juliari Batubara saat diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/3).

Juliari menyampaikan, saat itu Kemensos tengah menjalankan program bansos sembako untuk wilayah Jabodetabek dan program bansos tunai untuk wilayah di luar Jabodetabek.

Namun, dalam beberapa rapat, Bulog terus menyampaikan kalau ada cadangan stok beras yang dinilai kelebihan. Merespon keadaan, Juliari pun melanjutkan diskusi ini dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

“Saat itu, saya ada diskusi informal, pak (jaksa) ya lewat telepon dengan Ibu Sri Mulyani, pak. Menkeu, secara informal lewat telepon,” kata Juliari.


Bersama diskusi informal ini, Juliari dan Sri akhirnya mengusulkan agar stok beras Bulog dapat digunakan dan disalurkan sebagai bantuan sosial. Selain untuk memberikan bantuan kepada masyarakat, langkah ini juga dapat mengurangi dan menghindari penumpukan stok di gudang Bulog.

“Kami sampaikan di rapat terbatas dan Bapak Presiden menyetujui makanya kita jalankan program tersebut, pak. Kurang lebih awalnya seperti itu, pak,” jelas Juliari.

Jaksa mempertanyakan alasan dan pertimbangan Juliari menunjukkan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial (Ditjen Dayasos) untuk menangani program bansos beras ini. Namun, Juliari mengaku sudah lupa dengan pertimbangan-pertimbangan yang ia sampaikan ketika itu.

“Pada saat itu seinget saya, pak. Terus terang saya sudah lupa. Pak Sekjen kami mengusulkan agar dijalankan oleh Ditjen Dayasos karena untuk membagi beban pekerjaan yang ada,” jelas Juliari.

Ia mengatakan, Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) tengah disibukkan dengan program reguler mereka, yaitu program keluarga harapan (PKH) dan program bansos sembako.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Fakir Miskin (PFM) juga masih sibuk dengan program bantuan pangan non tunai dan bansos tunai.

“Sementara di Ditjen Dayasos ini untuk reguler tidak terlalu banyak sehingga waktu itu setelah diusulkan oleh Pak Sekjen kami, ya kami setujui pak bahwa Ditjen Dayasos yang akan mengeksekusi program ini,” lanjutnya.

Juliari pun enggan menjawab pertanyaan jaksa mengenai ditjen apa yang lebih pantas atau tepat untuk menjalankan program bansos beras ini.

“Saya gak bisa bilang lebih tepat, pak tapi pada saat itu load pekerjaan Linjamsos memang cukup banyak, baik yang reguler PKH maupun ada bansos sembako,” kata Juliari lagi.

Dalam perkara ini para terdakwa dinilai telah merugikan negara hingga Rp127 miliar. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
 

36