Home Sumbagsel Berbasis Komunitas, Mengentas Sampah Menjadi Berkah

Berbasis Komunitas, Mengentas Sampah Menjadi Berkah

Prabumulih, Gatra.com - Untuk mengentaskan permasalahan sampah rumah tangga, butuh perhatian dan juga inovasi sehingga bisa memberi keberkahan.

Di mana permasalahan sampah hingga saat ini masih menjadi momok, yang sulit untuk diselesaikan. Namun semua ini tergantung kesadaran dan komitmen semua pihak.

Syamsul Asinar Radjam, Agroekolog dan pendiri Komunitas PrabumaGGot Indonesia mengatakan, pihaknya terus berupaya agar permasalagan sampah dapat terurai.

"Belajar dari praktik-praktik, baik yang berhasil dilakukan oleh komunitas-komunitas pengolah sampah di Kota Prabumulih, harus ada semacam Unit Pengolahan Sampah Terpadu di tingkat komunitas," katanya kepada Gatra, Kamis (7/3).

Menurutnya, usaha yang dilakukan tidak juga langsung sekala besar. Melainkan, dari komunitas kecil yang dibangun dimulai dari skala kecil.

"Small is beautiful (kecil itu indah). Yang terpenting keberlanjutan dalam jangka panjang. Nanti lama-lama akan membesar. Dengan syarat ada keterlibatan dari banyak pemangku kepentingan, baik pemerintah, perusahaan, kalangan profesional, dan lainnya," ujarnya.

Syamsul menambahkan, pilihan aksinya juga disesuaikan dengan potensi sumber daya lokal yang tersedia di tingkat lokal sehingga mudah dan murah.

"Pilihan teknologinya yang sepraktis mungkin, semurah mungkin tetapi efektif dalam mengubah masalah menjadi peluang. Tentu saja seberapa tebal modal sosial juga menjadi bahan pertimbangan," jelasnya.

Ia mencontohkan, hasil olahan sampah dari Unit Pengolahan Sampah Terpadu di kawasan agrowisata nanas Karang Jaya, selain budidaya maggot BSF, bisa saja ekstraksi enzym nanas, bisa produk makanan seperti nata de soya, atau langsung untuk pakan ternak sapi dan kambing.

"Perlu diusahakan tenaga ahli dan teknologinya ada di Prabumulih, untuk memudahkan proses adopsi teknologinya," kata Syamsul.

Lurah Karang Jaya, Helton Armada mengungkapkan, gotong royong serta penyadaran melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi tidak selaras atau berbanding lurus dengan yang diharapkan. Pembuangan sampah liar oleh sebagian warganya tetap terjadi.

"Gotong-royong pembersihan sampah saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah sampah. Di sisi lain, warga memang kesulitan membuang sampah karena tidak ada fasilitas TPS serta wilayahnya berada di pinggiran kota dan tidak dilewati armada pengangkutan sampah milik pemerintah kota," ungkapnya.

Mendukung Ekonomi Sirkular

Agar terdapat nilai tambah bagi masyarakat dalam mengentas sampah atau limbah rumah tangga khususnya di wilayah Kota Prabumulih, membentuk ekonomi sirkular menjadi salah satu jalan keluar.

PT Perta-Samtan Gas perusahaan Migas yang ada di Kota Prabumulih, ikut mendukung ekonomi sirkular di Kota Prabumulih, baik melalui bank sampah, budidaya maggot, maupun pertanian organik berbasis pengelolaan limbah hasil pertanian.

"Sejak 2019, program CSR kami sudah mengarah ke pemberdayaan ekonomi melalui pengelolaan sampah," kata Harry Maradona, External Relation Officer PT Perta-Samtan Gas dalam temu mitra binaan CSR di Kebun Agrowisata Nanas Kota Prabumulih, (4/3).

Program CSR perusahaan migas ini memang fokus pada pemberdayaan ekonomi dan pemulihan lingkungan. Beberapa program yang telah dilakukan berhasil mengantarkan wilayah binaan mendapat penghargaan tingkat nasional.

Di antaranya penghargaan Kampung Iklim (Proklim) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia untuk Desa Pangkul dan Kelurahan Gunung Ibul Barat.

"Desa Pangkul, merupakan daerah pemasok sayuran di Prabumulih. Di Kelurahan Gunung Ibul, kami mendukung penggiat budidaya maggot BSF dan cacing tanah untuk mengatasi sampah di pemukiman," papar Harry.

Memasuki tahun 2024 ini, menurut Harry, perusahaan berencana memperluas wilayah binaan sekaligus menambah jumlah penerima manfaat program CSR. Terutama, wilayah kelurahan Karang Jaya yang memiliki potensi agrowisata nanas untuk menggerakkan ekonomi sirkular dengan pengolahan limbah hasil perkebunan buah ikonik Prabumulih ini.

"Sebagai contoh, limbah kulit nanas bisa diolah jadi pakan larva atau maggot BSF yang nantinya menghasilkan pakan ternak maupun kompos untuk mendukung pertanian nanas organik," katanya.

Adaptasi Perubahan Iklim

Yayuk Suhartati, Kasi Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Prabumulih, menyambut baik rencana kegiatan CSR perusahaan migas ini. Terutama terkait pengelolaan sampah yang menjadi problem serius untuk diatasi.

Yayuk menyarankan agar kegiatan CSR PT Perta-Samtan Gas juga diarahkan pada aksi-aksi adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak. Di antarnya, pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycling), pemanfaatan pekarangan untuk ketahanan pangan, konservasi tanah dan air, hingga pertanian organik.

"Dengan demikian, daya lenting masyarakat terhadap perubahan iklim dapat diperkuat. Apalagi bagi masyarakat petani nanas yang pasti akan terpengaruh langsung akibat iklim yang berubah," terangnya.

Dampak perubahan iklim memang sangat dirasakan oleh petani nanas di Prabumulih. Seperti rendahnya hasil panen nanas yang didapat.

"Ketika kemarau panjang, produksi nanas baik dalam jumlah, ukuran, maupun bobot mengalami penurunan signifikan. Otomatis pendapatan petani juga turun," S. Antoni, Petani Inovatif Prabumulih penggerak agrowisata nanas

Menurut Antoni, selain perubahan tatacara budidaya, banyak hal yang masih perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani nanas. Dukungan akses pasar, infrastruktur penunjang, juga perlu inovasi pada produk turunan, bahkan produk turunan berbahan limbah nanas.

"Kami pikir, bukan tidak mungkin nanti kulit nanas yang saat ini jadi limbah dari pembuatan kripik di sini, diolah lagi. Bisa untuk budidaya maggot dan jadi pakan ikan atau ayam. Bisa juga sekalian memanfaatkan limbah produksi serat daun nanas dijadikan pakan sapi atau kambing," pungkasnya.

53