Home Gaya Hidup DIY Darurat Sampah, Kampanye Kelola Sampah di Dunia Maya dari Pemda Masih Minim

DIY Darurat Sampah, Kampanye Kelola Sampah di Dunia Maya dari Pemda Masih Minim

Yogyakarta, Gatra.com - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini mengutamakan upaya pencegahan munculnya sampah seiring terbatasnya kapasitas sentra-sentra pembuangan sampah. Pemda dinilai belum mengoptimalkan kampanye pengelolaan sampah, terutama di dunia maya.

Hal ini mengemuka dalam diskusi “Pengelolaan Sampah (Harusnya) Terarah” yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Analis Resiko dan Penyelesaian Konflik (Pares) di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (5/6).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY Kusno Wibowo menyampaikan pengelolaan sampah bermula sejak di produsen sampah atau rumah tangga. “Kami menekankan saat ini penginnya mencegah, memilah dan mengolah. Ini supaya tidak timbul sampah. Kalau makan ya dihabiskan. Karena komposisi sampah di TPST Piyungan paling banyak itu sampah organik,” tuturnya.

Karena melampaui daya tampung, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan yang menampung sampah dari kota dan kabupaten di DIY ditutup permanen sejak 1 Mei 2024. Alhasil, sampah-sampah lambat terangkut, tumpukan sampah membeludak, dan muncul lokasi-lokasi buangan sampah ilegal, sehingga lahir anggapan DIY mengalami darurat sampah.

Kusno menjelaskan, Pemda DIY memutuskan sampah dikelola secara desentralisasi atau dikembalikan ke kota/ kabupaten masing-masing. “Pengelolaan sampah didesentralisasi itu sebenarnya memang amanah UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Tapi selama ini karena saking di DIY ini enak, apa-apa difasilitasi (termasuk soal sampah). Akhirnya kebijakan DIY supaya kabupaten/kota itu dikelola secara mandiri,” paparnya.

Untuk itu, Kusno menjelaskan, kondisi darurat sampah di Yogyakarta saat ini mestinya menjadi momentum pengelolaan sampah sejak awal di rumah tangga. “Sebenarnya kalau kita runut program pengelolaan sampah itu paling enak dan gampang (dikelola) di sumbernya, kita-kita ini. Kita kumpulkan, angkut, dan dijual. Pemerintah memang ada kewajiban untuk pengangkutannya,” ujar Kusno.

Adapun peneliti Pares, Naura Iftika Ramadhanti, mengkritik pemerintah dan pemda yang lemah dalam berkomunikasi dengan warganet di media sosial tentang pengelolaan sampah. Padahal saat ini pengguna media sosial amat banyak terutama dari kalangan muda yang menaruh perhatian besar pada isu lingkungan hidup, termasuk sampah.

Menurut temuan Pares, hanya ada satu akun pemerintah di media sosial X (dulu Twitter) yang membahas soal sampah. Itupun berasal dari akun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan tak ada akun dari Pemda DIY.

Akun partai politik yang memberi perhatian pada sampah juga hanya satu, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sementara ormas agama diisi Muhammadiyah. Selebihnya, sorotan soal sampah dilayangkan akun-akun pribadi.

Temuan tersebut berdasarkan analisis Pares pada 1 Januari 2023 hingga 15 Mei 2024 terhadap 4.133 cuitan di X. “Analisis menunjukkan Yogyakarta menjadi kota yang mendapat sorotan tertinggi dalam isu sampah, disusul Bandung dan Jakarta,” kata Naura.

55