Banjarbaru, Gatra.com - Ketua Barisan Anak Bangsa Anti Kecurangan (BABAK) Kalimantan Selatan, Bahrudin meminta Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Banjarbaru menindak tegas oknum anggotanya yang diduga melakukan pelanggaran kode etik.
"Jika IPPAT Kota Banjarbaru melakukan pembiaran, dan tidak memberikan sangsi terhadap anggotanya yang diduga telah melakukan pelanggaran kode etik, atau menyalahgunakan jabatan, sama saja dengan macan ompong, karena apa gunanya pemerintah membuat undang - undang dan peraturan, jika tidak dijalankan dan dipatuhi," ujarnya kepada Gatra.com, Jumat (21/6).
Pria yang kesohor dengan gelar Udin Palui itu menegaskan, Peraturan Menteri ATR/ BPN RI No. 2 Tahun 2018, tentang pembinaan dan pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah pada Pasal : 12 ayat : 3 huruf : a dengan jelas menyatakan, bahwa temuan pelanggaran PPAT bisa dari pengaduan masyarakat, dan jenis pelanggaran PPAT, salah satunya karena tidak menjalankan Peraturan Pemerintah sebagaimana tertulis pada Peraturan Menteri ATR / BPN RI No. 2 Tahun 2018 pada Pasal12 ayat 2 huruf C
“Jadi, apa yang disampaikan oleh pelapor H. Mawardi selaku pemilik alas hak pada pertemuan yang dihadiri dan difasilitasi oleh ATT/BPN Kota Banjarbaru dan Ketua IPPAT serta pengurus Majelis Pengawas PPAT, harusnya sudah cukup sebagai bukti awal bagi IPPAT untuk memproses dan memberikan sangsi,” tegas Bahrudin
Bahrudin menyebut, jika kenakalan oknum PPAT itu dibiarkan, dikhawatirkan akan banyak masyarakat yang dirugikan. Dia pun menegaskan, apabila IPPAT Kota Banjarbaru tidak menjalankan Peraturan Menteri ATR / BPN RI No. 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka dirinya akan terbang ke Jakarta untuk melaporkan dan berorasi di Kementerian ATR/BPN, demi tegaknya kepastian hukum dan tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan oleh tindakan oknum PPAT yang disebutnya nakal itu.
“Apabila IPPAT selaku pembina dan pengawas PPAT tidak memberikan sangsi, dan tidak menindaklanjuti laporan kami, maka kami akan laporkan dengan pasal pembiaran," ujarnya.
Sebelumnya, H. Mawardi selaku pihak yang merasa dirugikan, telah melaporkan oknum PPAT ke ATR/BPN Kota Banjarbaru, Selasa (11/6). Mawardi menyebut, oknum diduga telah melakukan pelanggaran kode etik atau menyalahgunaan jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah dan bertentangan dengan PP Nomor 24 tahun 1997 dan Undang - undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004.
Oknum PPAT, kata Mawardi, sudah berani membuat akta jual beli atau AJB hanya berdasarkan akta kuasa menjual yang tidak mendasar dan tidak diakui oleh pemberi kuasa.
Selain tidak mendasar dan tidak diakui oleh pemberi kuasa, akta kuasa menjual tersebut juga memuat tentang kuasa mutlak. Padahal, kata Mawardi, kuasa mutlak sudah dilarang UU sebagaimana Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Pasal 39 ayat (1) d. Dalam PP itu disebutkan PPAT dilarang untuk membuatkan akta tentang peralihan hak, jika para pihak atau salah satu pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak.
"Oknum PPAT diduga telah membuat AJB (Akta Jual Beli) yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun : 1997 Pasal : 39 ayat (1) d, dan pembuatan AJB tersebut tidak ada seizin maupun sepengetahuan kami selaku pemilik alas hak," ujarnya.
Mawardi menjelaskan, sertifkat - sertifikat asli telah dia titipkan kepada oknum untuk proses balik nama. Namun oknum tersebut diduga membuat Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) dengan dasar SKMHT yang tidak sah menurut UU jabatan Notaris No.30 Tahun 2004 Pasal 48 dan Pasal 50.
Banyak coretan dan perubahan tanpa adanya persetujuan. Namun dengan dasar SKMHT yang tidak sah itu, oknum PPAT tetap membuat APHT dan memasang HT terhadap sertifikat - sertifikat.
Selain itu, sebut Mawardi, oknum diduga tidak teliti dan tidak saksama atau malah tidak meminta data diri, dan data perusahaan penerima kuasa saat membuat Akta Jual Beli dan dapat dibuktikan pada akta kuasa menjual No.26 Tanggal 07 Nopember 2014 penerima kuasa Tuan Alin Sunandar, Direktur PT.Mahakam Proverty Indonesia.
"Namun faktanya, dari data yang kami dapat, Tuan Alin Sunandar sejak PT.Mahakam Proverty Indonesia didirikan pada tanggal 09 September 2011 dan mendapat persetujuan SK tanggal 02 Januari 2012 hingga perubahan terakhir sebagaimana SK tanggal 12 januari 2024, Tuan Alin Sunandar adalah Komisaris PT.Mahakam Proverty Indonesia. Sekalipun ada ketidaksesuaian data penghadap, anehnya oknum PPAT tetap berani membuat AJB atas hak milik orang lain tanpa persetujuan pemilik alas hak,” ujarnya.
Mawardi juga mempertanyakan kepada IPPAT, apakah jika pada akta kuasa menjual tidak tertulis dengan jelas, dan tidak ada nomor sertifkat yang dikuasakan, PPAT tetap berhak membuat AJB atas sembarang sertifikat milik orang lain, sementara pemilik alas hak tidak pernah menandatangani lampiran, dan lampiran tidak tertulis pada akta kuasa menjual.
Mawardi menegaskan, dirinya tidak pernah memperjualbelikan, mewariskan atau menghibahkan sertifikat - sertipikat milikya kepada PT. Mahakam Proverty Indonesia dan dirinya tidak pernah mendapatkan dana atas pinjaman hutang PT. Mahakam Proverty Indonesia dari Bank Bukopin.
"Atas hal tersebut, maka kami melaporkan pelanggaran kode etik oknum PPAT kepada pihak ATR/BPN Kota Banjarbaru selaku pengawas PPAT, dengan harapan segera ditindaklanjuti, dan diberikan sangsi yang setimpal sebagaimana yang diatur undang - undang dan peraturan pemerintah," tegasnya.
Dikonfirmasi, Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Banjarbaru, Andry Irawan Prasatyo mengatakan akan terlebih dulu melaksanakan prosedur formal atas surat pengaduan ke Majelis Kehormatan Daerah (MKD) IPPAT Kota Banjarbaru, sebab jika tidak melalui surat formal, tidak ada dasar untuk menindaklanjuti.
"Atas dasar itulah, nanti PPAT teradu akan dipanggil, untuk berikan konfirmasi atas aduan tersebut. Jadi kami menunggu surat pengaduan tersebut," ujarnya kepada Gatra.com, Jumat (21/6) petang.