Jakarta, Gatra.com - Ahli dari kubu pasangan calon (paslon) 02 Prabowo-Gibran, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej mengatakan, dasar permohonan yang disampaikan oleh pemohon 02 atau pihak paslon 03 Ganjar-Mahfud, saling kontradiksi. Terutama, terkait dengan dasar permohonan perihal dugaan pelanggaran nepotisme yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Eddy membedah isi permohonan pemohon 02 yang mengatakan adanya kekosongan hukum dalam peraturan dan perundang-undangan di Indonesia untuk membahas kasus terkait nepotisme. Kemudian, untuk mengatasi hal ini, Pemohon 02, meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) membuat suatu penemuan atau terobosan hukum agar menyatakan nepotisme sebagai salah satu bagian dari pelanggaran TSM.
“Majelis yang mulia, saya harus mengatakan bahwa ada contradictio in terminis (konsep atau definisi yang saling bertolak belakang) dalam fundamentum petendi (dasar gugatan) kuasa hukum pemohon paslon 03,” ucap Eddy Hiariej saat memberikan keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (4/3).
Eddy membantah dalil kekosongan hukum yang disampaikan oleh tim hukum TPN Ganjar-Mahfud. Menurut Guru Besar Hukum Pidana UGM ini, Indonesia sudah memiliki undang-undang yang membahas soal nepotisme.
“Sebetulnya, kalau kita melihat dari sistem hukum yang ada di negara kita, persoalan nepotisme ini ada di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1969 yang mana dalam undang-undang aquo dia berada dalam frasa ‘korupsi, kolusi, dan nepotisme',” jelas Eddy.
Selanjutnya, Eddy mengatakan, jika pemohon 02 mengatakan kekosongan hukum untuk memproses nepotisme merupakan satu bentuk pelanggaran TSM. Lalu kemudian, meminta hakim untuk mengadili nepotisme, hal ini justru menentang asas legalitas dalam prinsip hukum pidana.
“Di satu sisi, majelis hakim MK diminta mengadili nepotisme sebagai bagian TSM, Padahal, diakuinya terdapat kekosongan hukum. Artinya, majelis hakim diminta melanggar asas legalitas,” kata Eddy.
Selanjutnya, jika MK tetap dipaksakan untuk mengadili dugaan nepotisme sebagai bagian dari pelanggaran TSM, Eddy menegaskan, penemuan hukum yang dihasilkan harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu prinsip proporsionalitas, prinsip subsidiaritas, prinsip indubio pro reo, dan prinsip expectio format regulam.
Patut diketahui, prinsip indubio pro reo artinya jika hakim ragu-ragu mengenai sesuatu hal dalam suatu perkara maka haruslah diputuskan hal-hal yang menguntungkan terdakwa.
Sementara itu, prinsip expectio format regulam artinya jika penyimpangan terhadap aturan umum dilakukan, maka penyimpangan tersebut harus diartikan secara sempit.
“Berbagai prinsip tersebut hanya merujuk pada satu titik bahwa hukum pidana tidak boleh memberi memberikan kerugian kepada terlapor, terperiksa, tersangka, tertuduh atau terdakwa atas kekosongan hukum tersebut,” jelas Eddy lagi.