Jakarta, Gatra.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa, kebijakan Automatic Adjustmet yang diambil pemerintah tidak digunakan untuk keperluan bantuan sosial (bansos). Menurutnya, kebijakan pencadangan belanja kementerian/lembaga yang diblokir sementara tersebut sudah dilakukan sejak lama.
“Muncul persepsi Automatic adjustment (AA) dilakukan untuk membiayai Bansos, Saya tegaskan tidak,” kata Sri Mulyani saat menjawab pertanyaan hakim dalam sidang lajutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di MK, Jumat (5/4).
Menurut Sri Mulyani AA sudah dilakukan pemerintah sejak APBN 2022 lalu, kemudian berlanjut pada 2023 dan 2024. Menurut Bendahara Negara itu, kebijakan AA dilakukan selalu di awal tahun.
“Automatic adjustment itu sudah dilakukan sejak APBN 2022, di dalamn APBN 2022 itu UU 6 tahun 2021 Pasal 28 ayat 1 huruf e, di APBN 2023 yaitu UU 28 tahun 2022, diatur di Pasal 32 ayat 1 huruf e, dan di APBN 2024 yaitu UU 19 tahun 2023 diatur pada Pasal 28 ayat 1 huruf e,” jelas Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani yang menjadi perhatian publik adalah AA yang dilaukukan pada 29 Desember 2023 karena sudah mulai awal Pemilu. Namun, menurutnya AA tidak ada kaitannya dengan dana bansos.
Pasalnya menurut wanita yang akrab disapa Ani tersebut, anggaran Banos sudah dianggarakan dalam APBN baik bagian dari anggaran Kementerian masing-masing dari Kementerian terkait.
“Dianggarkan dalam APBN baik di bagian anggaran Kementerian masing-masing dari Kemendikbud Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan yang lainnya maupun di Bendahara umum negara,” imbuhnya.
“Itu seperti subsidi atau melalui transfer dana keuangan ke daerah seperti BLT desa jadi Bansos itu posnya berbeda sama sekali dan tidak dibiayai oleh AA,” tambahnya.
Ani juga menjelaskan bahwa besaran AA sebesar 5% karena merupakan bagian untuk mengelola instrumen secara fleksibel dan menambah daya tahan APBN. Terlebih untuk menjaga postur APBN terutama pada tingkat defisitnya pada saat negara menghadapi berbagai goncangan dan ketidakpastian global.
“5% diperkirakan sesuai dengan data historis dari seluruh Kementerian lembaga,” jelasnya.
Ani menjelaskan bahwa, rata-rata penyerapan anggaran K/L adalah di sekitaran 95% dengan demikian, besaran AA diharapkan tidak mempengaruhi kemampuan untuk menjalankan program-program prioritas dan AA tidak dialihkan kepada Kementerian lembaga yang lain.
“Jadi tetap milik K/L hanya kita blokir apabila Kementerian lembaga betul-betul memiliki prioritas dan urgensi yang tinggi mereka akan bisa meminta untuk dibuka blokir tapi sangat selektif karena memang tujuannya untuk meningkatkan disiplin fiskal dan penajaman prioritas di dalam masing-masing K/L,” pungkasnya.