Jakarta, Gatra.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres Tahun 2024 pada Senin (22/4) besok.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu menegaskan agar Hakim MK harus menyusun putusannya berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan.
"Penyusunan putusan tersebut harus bebas dari pengaruh dan tekanan pihak manapun. Termasuk harus bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan negara yang ada di luar cabang kekuasaan kehakiman, seperti cabang kekuasaan eksekutif maupun cabang kekuasaan legislatif," kata Syaikhu dalam keterangannya, Minggu (21/4).
Menurut Syaikhu, kemerdekaan Hakim MK harus terjaga, baik secara orang perseorangan maupun secara kelembagaan. Kemerdekaan dalam membuat putusan, kemerdekaan atas segala bentuk intervensi dari pimpinan maupun rekan sejawat hakim, kemerdekaan atas pengaruh kekuasaan lembaga lain, dan kemerdekaan atas pengelolaan anggaran.
"Kemerdekaan Hakim Mahkamah Konstitusi merupakan syarat mutlak terselenggaranya kekuasaan kehakiman dan syarat mutlak berdirinya negara hukum Indonesia yang demokratis. Negara hukum yang sumber legitimasi konstitusinya adalah rakyat Indonesia." ujar Syaikhu.
Syaikhu menekankan agar Hakim MK juga harus taat pada kode etik dan pedoman perilaku hakim, serta peraturan perundang-undangan yang ada.
"Di tengah rasa pesimisme yang kuat, masyarakat masih menaruh harapan besar kepada Hakim Mahkamah Konstitusi. Mereka berharap, semoga masih ada kesadaran kolektif dan perubahan perilaku dari Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memperbaiki kepercayaan publik dan citra lembaga peradilan tersebut." jelas Syaikhu.
Menurut Syaikhu, saat ini rakyat tengah menunggu putusan Hakim MK. Namun, putusan yang saat ini banyak ditunggu rakyat bukanlah putusan yang sekadar berisi pernyataan menang atau kalah saja.
"Putusan yang mampu menyatakan bahwa inilah hal yang benar dan inilah hal yang salah. Putusan yang berdampak langsung pada perbaikan pelaksanaan demokrasi dan kualitas hukum di Indonesia. Putusan yang akan dicatat dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia," ujarnya.