Bali, Gatra.com– PT Takeda Innovative Medicines mengumumkan dukungannya terhadap penyelenggaraan International Arbovirus Summit 2024 yang diselenggarakan di Kura Kura, Bali pada 22-23 April 2024. "Kami sangat gembira dapat memberikan kontribusi kami pada acara International Arbovirus Summit 2024 ini dan mendukung pemerintah untuk merumuskan strategi pengendalian penyakit arbovirus, termasuk DBD," papar Dr. Nikki Kitikiti, Vaccine Policy, Takeda Pharmaceuticals International dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/4).
Acara yang digagas oleh Kementerian Kesehatan Indonesia dan Kementerian Kesehatan Brasil ini bertujuan untuk mengatasi lonjakan penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk yang mulai mengkhawatirkan di seluruh dunia, khususnya infeksi demam berdarah yang meningkat tajam di Amerika Selatan, Asia Tenggara, dan Timur Tengah beberapa waktu terakhir.
Dilaksanakan di Akademi GISAID di kawasan kampus United in Diversity (UID) di Bali, acara ini berfungsi sebagai platform penting untuk memajukan strategi pengendalian penyakit arbovirus, mengeksplorasi perkembangan vaksin terkini, serta menerapkan surveilans genom global guna memantau efektivitas intervensi dan evolusi virus.
Dr. Nikki menegaskan komitmen Takeda dalam melawan demam berdarah dengue (DBD) di dunia, sebagai mitra jangka panjang dengan memanfaatkan keahlian dalam bidang pengembangan vaksin dan obat-obatan inovatif. Sebab demam berdarah dengue menimbulkan beban yang signifikan bagi keluarga, sistem kesehatan, dan ekonomi.
Baca juga: DBD Merebak, Belasan Orang Meninggal dan Ratusan Terjangkit di Jepara
"Mengingat DBD dapat menjangkit siapa saja, tanpa pandang bulu, penanggulangan DBD memerlukan pendekatan yang terintegrasi dan kemitraan lintas-sektor yang kuat. Melalui inisiatif ini, kami berharap apa yang kita lakukan ini dapat memuluskan jalan kita untuk mencapai tujuan WHO ‘nol kematian akibat akibat DBD’ pada tahun 2030," jelas Dr Nikki.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Ir. Budi Gunadi Sadikin, S.Si., CHFC, CLU dalam sambutannya menyampaikan, International Arbovirus Summit Indonesia 2024 merupakan implementasi kolaborasi internasional dalam membantu negara-negara meningkatkan kesiapan, pencegahan, dan penanganan Arbovirus.
“Kita perlu menyusun strategi untuk mengatasi masalah Arbovirosis ini, serta menjadi lebih terbuka terhadap potensi pendekatan yang perlu kita ambil. Setidaknya ada lima hal yang menjadi fokus dalam menangani penyakit menular seperti penyakit arbovirosis," jelas Menkes.
Pertama, edukasi dan pelatihan bagi publik tentang bagaimana menghindari penyakit-penyakit menular. Melalui edukasi dan pemahaman yang cukup, masyarakat kita menjadi tahu apa yang harus dilakukan dan dihindari, untuk mencegah penularan lebih lanjut. Kedua, yang juga menjadi kunci adalah vektor kontrol.
Baca juga: Takeda Percepat Akses Vaksin DBD Lewat Kemitraan Manufaktur ‘Make in India’ dengan Biological E
"Ketiga adalah pengawasan atau surveillance yang kuat. Keempat adalah vaksin, dan yang kelima adalah terapeutik, atau obat apabila ada yang terinfeksi,” jelas Menkes.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI sampai dengan minggu ke-14 di bulan April 2024, tercatat kasus DBD di Indonesia mencapai 60.296 kasus, dengan kematian 455 kasus. Angka ini naik lebih dari dua kali lipat, dari minggu ke-17 di tahun sebelumnya (2023) yaitu 28.579 kasus dengan kematian sebanyak 209 kasus.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mengemukakan bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam membentuk pendekatan Indonesia dalam implementasi vaksin dan strategi kesehatan masyarakat, terutama dalam mengatasi tantangan seperti DBD.
“Menurut saya, sangat penting untuk memprioritaskan vaksin berdasarkan kebutuhan kesehatan masyarakat, beban penyakit, dan sumber daya yang tersedia. Kita memiliki Program Imunisasi Nasional di Indonesia," ungkap Emanuel.
Menurut dia, keputusan untuk memasukkan vaksin baru ke dalam Program Imunisasi Nasional harus dipandu oleh bukti ilmiah, analisis efektivitas biaya, dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan. Agar vaksin lebih efektif, penting untuk mengarahkannya ke kelompok-kelompok yang berisiko tinggi dan daerah-daerah di mana penyakit ini sering terjadi.
Baca juga: Langkah Bersama Cegah DBD Goes to Surabaya, Takeda dan Pemerintah Kampanyekan #Ayo3MPlusVaksinDBD
"Penting juga untuk melibatkan masyarakat secara efektif. Surveilans dan pemantauan setelah vaksinasi penting dilakukan untuk menilai efektivitas vaksin, memantau efek samping, dan melacak tren penyakit, sehingga masalah apa pun dapat diatasi dengan cepat. Menggabungkan vaksinasi dengan langkah-langkah pengendalian vektor, seperti menggunakan teknik inovatif seperti wolbachia, juga penting,"
Dr. Ida Safitri Laksanawati, SpA(K), Dokter Spesialis Anak dari Universitas Gajah Mada (UGM), menyampaikan bahwa pemberian vaksinasi untuk pencegahan DBD dapat menjadi salah satu solusi untuk memberikan perlindungan yang lebih menyeluruh bagi keluarga di Indonesia. Vaksin dengue sudah ada di Indonesia sejak tahun 2016.
"Namun yang saat ini tersedia di Indonesia dapat diberikan kepada kelompok usia 6-45 tahun. Vaksin DBD telah melalui proses penelitian dan pengembangan yang sedemikian rupa, serta telah mendapatkan evaluasi dari otoritas kesehatan terkait, seperti BPOM, dengan hasil yang menunjukkan profil efikasi dan keamanan yang dapat diterima pada rentang usia tersebut,” jelas dr. Ida.