Bogor, Gatra.com - Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Boby Wahyu Hernawan, mengungkapkan transaksi di bursa karbon sejak diluncurkan pada 26 September 2023 saat ini masih rendah.
Dirinya menyebut minimnya transaksi bursa karbon di Indonesia disebabkan oleh kurangnya pemahaman dari pihak terkait mengenai nilai ekonomi karbon. Padahal, karbon memiliki nilai jual dan bisa diperdagangkan.
“Kenapa masih juga agak tipis frekuensi transaksi dan sebagainya? Pertanyaannya adalah kembali kepada supply dan demand bagaimana para pihak itu aware tentang bahwa ada nilai ekonomi karbon yang bisa dapat dimonetisasi, bisa diperdagangkan dan sebagainya,” kata Boby dalam acara Media Gathering di Bogor, Rabu (29/5).
Adapun, nilai transaksi bursa karbon Indonesia mencapai Rp35,3 miliar hingga April 2024. Sebanyak 57 pengguna jasa telah melakukan transaksi dalam bursa karbon atau IDXCarbon.
Boby juga menilai perlunya berbagai upaya agar bisa mendongkrak transaksi bursa karbon karena Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi penyuplai pengurangan karbon.
“Nah, sekali lagi peran dari kita untuk menggalakkan ke semua pihak untuk bisa melakukan upaya pengurangan CO2 dan mendapatkan manfaat dari bursa karbon. Secara umum, Indonesia adalah potensi supplier pengurangan karbon sangat luar biasa baik dari sektor kehutanan terutama,” pungkasnya.