Home Regional Berjalan Puluhan Kilometer, Petani di Pati Mencari Keadilan

Berjalan Puluhan Kilometer, Petani di Pati Mencari Keadilan

Pati, Gatra.com - Petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menggelar aksi jalan kaki sejauh 30 kilometer untuk mencari keadilan ke Kantor Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Pati, Jumat (31/5).

Berbekal spanduk bertuliskan "Aksi Laku Melaku Petani Pundenrejo Mencari Keadilan" dan berbagai pamflet bernada tuntutan serta keluhan, puluhan petani mulai berjalan dari kompleks Makam Mbah Mutamakin Kajen, Kecamatan Margoyoso pada pukul 02.00 WIB, dini hari tadi. Demonstran tiba di halaman Kantor BPN Pati pada pukul 08.00 WIB.

Dalam tuntutannya, petani meminta penyelesaian konflik lahan antara petani Pundenrejo dengan PT Laju Perdana Indah atau PG Pakis.

"Sangat menggambarkan tidak adanya keberpihakan BPN. Karena mereka telah melakukan turun lapangan ke lokasi lahan itu yang ditanami tebu, tetapi di dalam berita acara yang mereka buat secara kesimpulannya tidak dikatakan bahwa itu sebuah pelanggaran. Pasal 86 Permen nomor 18 tahun 2021 ATR/BPN HGB itu harusnya pertanian," kata Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Fajar Dhika.

Ia menilai, harusnya tanah yang disengketakan seluas 7,3 hektare tersebut, baiknya sementara ini tidak dikelola dan dinyatakan sebagai tanah status konflik.

"Sehingga tanah itu tidak dapat diajukan izin baru. Terutama dari perusahaan. Pasal 3 ayat 33 bahwa yang punya prioritas lahan adalah masyarakat. Jadi masyarakat yang harus punya hak itu, sehingga tidak menitikberatkan terhadap korporasi. Untuk lahan 7,3 hektare. Kondisinya ditanami tebu. Warga di tahun 2020 pengrusakan tanaman oleh PT Laju Perdana Indah dengan orang tidak di kenal," bebernya.

Petani Pundenrejo, Sumiati, mengklaim jika lahan tersebut adalah tanah peninggalan nenek moyang warga. Sehingga menuntut agar lahan dikembalikan kepada petani.

"Tanah ini tinggalan nenek moyang kami. Jadi harus kembali ke petani. Kami menggarap 20 tahun tapi sekarang di rampas oleh PT," ujar wanita berusia 53 tahun itu.

Imbas konflik yang berkepanjangan, petani Pundenrejo merana selama bertahun-tahun akibat dugaan penyerobotan lahan.

"Sekarang petani itu susah, petani tidak punya lahan, pekerjaan serabutan. Kalau tidak ada nganggur di rumah, petani itu gelisah, tidak ada makan yang dimakan," ungkapnya.

Kepala BPN Pati, Jaka Purnomo, mengaku bakal menyampaikan apa yang menjadi tuntutan petani kepada pusat. Mengingat, instansi yang dibawahinya terbatas dalam menentukan kewenangan.

"Pembatalan sertifikat itu menjadi kewenangan pimpinan kami yang lebih tinggi. Bukan di kantor pertanahan. Kantor pertanahan tidak punya kewenangan membatalkan sertifikat. Kita boleh tanda tangan, pembatalan itu di Kanwil (Kantor wilayah) maupun di Kementerian," tegasnya.

166