Jakarta, Gatra.com- Direktur PT Botani Seed Indonesia, Dadang Syamsul Munir mengungkapkan, pengembangan benih padi cerdas iklim dapat mengurangi kebutuhan pupuk dan air sehingga dapat mengurangi biaya perawatan padi. Ini merupakan produk yang dikembangkan oleh perusahaan milik IPB University.
“Benih cerdas iklim memiliki produktivitas tinggi namun low cost. Hal ini karena penggunaan pupuk lebih sedikit dan pemanfaatan air lebih efisie,” kata Dadang dalam konferensi pers Inovasi Agrobisnis Melalui Pertanian Cerdas Iklim yang digelar PRISMA dan Katadata di Jakarta, Rabu (19/6).
Dadang menambahkan, benih cerdas iklim juga adaptif terhadap iklim kering. Pada tahun lalu, penjualan dari benih cerdas iklim mencapai 300 ton. "Keunggulan-keunggulan tersebut menjadikan benih inovasi kami lebih adaptif terhadap perubahan iklim karena mampu mengurangi produksi emisi GRK (Gas Rumah Kaca-red)," ungkapnya.
Baca juga: Kisah Tanduria, UMKM Malang Omset Rp75 Juta Per Bulan
Bentuk pertanian cerdas iklim lainnya adalah apa yang dilakukan PT Agrotama Tunas Sentosa dengan mengembangkan produk pupuk berbasis mineral organik yang ramah lingkungan dan dapat mengurangi produksi gas metana. PT ATS menjualnya dengan merek GPS (Gypsum – Polyhalite – Silica).
Direktur PT Agrotama Tunas Sarana, Eddyko menjelaskan, pupuk ramah lingkungan ini berasal dari cangkang kerang-kerangan dan sedimen diatom yang ditambang tanpa proses kimiawi sehingga lebih aman bagi tanaman dan lingkungan. Pupuk ini mengandung unsur hara makro sekunder yang dapat membantu meningkatkan kesehatan dan hasil tanaman.
Selain itu, lanjut dia, mampu memperbaiki dan menjaga kesuburan tanah. "Penggunaan pupuk ini juga mampu menetralkan keasaman tanah sehingga menghambat pertumbuhan bakteri metanogenik yang menghasilkan gas methana,” jelas dia.
Baca juga: Mentan Minta Mahasiswa Ciptakan Inovasi dan Lapangan Kerja dalam Sektor Pertanian, Caranya?
Eddyko menambahkan, PT Agrotama Tunas Sarana berkolaborasi dengan petani kunci bawang merah dan Dinas Pertanian Sumatera Utara dalam mendorong adopsi penggunaan pupuk komersil berbasis mineral-organik yang bisa meningkatkan hasil panen dan juga memperbaiki kondisi tanah dan menekan pencemaran lingkungan.
Demikian halnya dengan PRISMA. Perwakilan dari PRISMA, Medhat Kemal menambahkan, PRISMA bekerja sama dengan produsen benih jagung di NTT dalam mengembangkan ketersediaan benih jagung adaptif iklim kering di pasar komersial. Salah satunya adalah benih jagung varietas Lamuru dan Jakarin yang merupakan hasil penelitian dari Balai Pengujian Standar Instrumen Tamaman Serealia Maros.
“Banyak petani sudah merasakan keunggulan benih ini namum sulit untuk mendapatkan akses ini karena selama ini mereka mendapatkan itu dari pemerintah secara subsidi. Karena itu, kami bekerja bersama produsen benih lokal yang berada di Beu, Manggarai Timur, dan Sika untuk mempermudah para petani mendapatkan varietas Lamuru dan Jakarin di pasaran,” kata Medhat.
Baca juga: Jokowi Dorong Pemda untuk Upgrade Sistem Pertanian jadi Smart Agriculture
Menurut dia, kedua varietas tersebut sesuai untuk kondisi NTT dengan lahan dan iklim kering, dengan angka rata-rata produktivitas mencapai 7 ton per hektare.
PRISMA, program kemitraan antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas dan Pemerintah Australia melalui Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) untuk pertumbuhan pasar pertanian nasional telah menjalin 273 kemitraan publik dan swasta dan memberi dampak positif peningkatan pendapatan bagi lebih dari 1,5 juta rumah tangga petani kecil di Indonesia.