Home Hukum KontraS: Aksi Kekerasan di Jembatan Kuranji Kejahatan Kemanusiaan

KontraS: Aksi Kekerasan di Jembatan Kuranji Kejahatan Kemanusiaan

Jakarta, Gatra.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan aksi kekerasan ?atau penyiksaan yang diduga dilakukan sejumlah onkum polisi terhadap anak-anak karena dituding akan melakukan tawuran saat melintas di Jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), merupakan tindakan kejahatan kemanusiaan.

“Kami berpandangan bahwa tindak penyiksaan merupakan perbuatan kejahatan kemanusiaan yang melanggar hak asasi manusia,” ujar Dimas Bagus Arya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)? pada Selasa, (25/6).

Ia menjelaskan, hal itu berdasarkan Pasal 5 Deklarasi Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa “Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina”.

Bahkan Pasal 28 g Ayat (2) UUD 1945 telah mengamanahkan “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain”.

Tidak hanya itu, lanjut Dimas, tindak penyiksaan yang diduga dilakukan oleh satuan Sabhara Polda Sumatera Barat ini jelas telah melanggar Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-undang nomor 12 tahun 2005, lalu Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) menjadi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Selanjutnya, tindak penyiksaan yang dilakukan terhadap korban anak di bawah umur juga telah melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Kami juga menyoroti tindakan kesewenang-wenangan Polisi dalam menindak korban tanpa mengedepankan aturan hukum yang berlaku,” ujarnya.

KontraS menyatakan, Polisi seharusnya memproses perkara kematian Afif Maulana (AM), 13 tahun, diduga dianiaya oknum polisi ini dengan menggunakan Sistem Peradilan Pidana Anak seperti yang diamanatkan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.

Terlebih berdasarkan hasil pemantauan yang kami lakukan, kelompok anak menjadi korban penyiksaan sebanyak 14 orang sepanjang bulan Juni 2023–Mei 2024. Hal ini semakin menandakan bahwa kelompok anak belum mendapatkan perlindungan dari perbuatan penyiksaan dan tidak manusiawi lainnya.

KontraS juga menilai tindakan ini juga melanggar ketentuan internal Kepolisian yaitu Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sayangnya, penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia ini hanyalah sebatas regulasi semata tanpa diimbangi oleh implementasi yang menyeluruh. Peristiwa ini menambah banyaknya kasus kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh Kepolisian.

“Berdasarkan pemantauan yang kami lakukan, setidaknya telah terjadi 308 peristiwa sejak Januari hingga Juni 2024 ini,” katanya.

Dimas menyampaikan, KontraS? melihat tingginya angka kekerasan dan penyiksaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni kultur kekerasan yang masih dinormalisasi oleh aparat penegak hukum dan minimnya pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas baik internal dan eksternal Kepolisian.

“Rendahnya hukuman yang diberikan kepada para pelaku penyiksaan sehingga membuat praktik impunitas langgeng hingga sampai saat ini,” katanya.

Keluarga korban Afif Maulana telah melaporkan peristiwa yang menimpa almarhum ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PRSP) Polresta Padang sebagaimana teregister dengan nomor: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT, pada tanggal 10 Juni lalu.

Peristiwa tewasnya Afif Maulana ini terjadi pada hari Minggu, 9 Juni 2024 yang berlokasi di Jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumbar. Berdasarkan informasi yang didapat KontraS, korban bersama dengan rekan-rekannya sedang mengendarai motor.

“Sekitar pagi pukul 04.00 WIB, saat sedang melintasi jembatan Batang Kuranji, Korban bersama dengan temannya berinisial A dihampiri oleh polisi yang ketika itu sedang berpatroli,” katanya.

Polisi sempat menendang motor yang dikendarai oleh korban yang membuat dia dan rekannya terpelanting ke pinggir jalan raya. A sempat melihat korban AM berdiri, namun di saat sama, dirinya dikelilingi oleh polisi yang memegang rotan.

Selanjutnya, kata Dimas, A diamankan oleh pihak kepolisian dan sejak pagi itu dia tidak mengetahui keberadaan korban. Hingga pada akhirnya, pada hari yang sama sekitar pukul 11:55 WIB, korban AM ditemukan tewas mengapung di Sungai Batang Kuranji.

29