Jakarta, Gatra.com – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengungkapkan bahwa dirinya menjadi korban tuduhan tak berdasar dan rekayasa informasi yang dilakukan oleh mantan ajudannya sendiri, yakni Panji Hartanto.
Dalam pledoi atau nota pembelaan itu, SYL tak menyangka jika Panji memanfaatkan posisinya sebagai ajudan. Padahal, Panji diangkat sebagai ajudan karena punya latar belakang pegawai Kementan yang masih muda dan bebas kepentingan.
”Namun, tak disangka, (Panji) melemparkan tuduhan-tuduhan tak berdasar dengan berbagai asumsi dan rekayasa informasi,. Dengan pemanfaatan posisi sebagai orang dekat menteri dan bertugas setiap saat didamping menteri. Terlebih tuduhan Panji menyeret-nyeret keluarga saya,” kata SYL di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (5/7).
Salah satu rekayasa informasi yang dimaksud SYL adalah keterangan Panji dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidikan dan diungkap di persidangan. Di BAP itu, Panji menyatakan bahwa SYL pernah meminta fee 20% dari setiap anggaran masing-masing satuan kerja (satker) di Kementan.
SYL menjelaskan, anggaran Kementan setiap tahun berkisar Rp 15 triliun. Sehingga, 20% dari anggaran tersebut sebesar Rp3 triliun. Jika dikalikan empat tahun atau saat SYL menjabat sejak 2019 hingga 2023, maka fee 20% yang didapat SYL sebagaimana klaim Panji adalah Rp12 triliun.
”(Kalau dapat Rp12 triliun) maka saya telah menjadi orang yang sangat kaya raya dan berkecukupan,” ujar SYL.
SYL kemudain membandingkan harta benda yang telah disita penyidik KPK yang jauh dari nilai Rp12 triliun tersebut..
”Hal ini menunjukkan bahwa keterangan saksi Panji tersebut tidaklah masuk akal,” ungkap mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu.
Keterangan Panji, lanjut SYL, dijadikan dasar oleh jaksa dalam membuat dakwaan dan tuntutan. Padahal, dalam persidangan, keterangan Panji itu terbantahkan oleh keterangan saksi yang lain. Seperti saksi Kasdi (Sekjen Kementan), para direktur jenderal (dirjen) dan direktur di Kementan.
Para saksi tersebut mengakui bahwa perintah melakukan pungutan, urunan hingga informasi soal fee 20% diperoleh dari Panji. Bukan mendengar langsung dari SYL.
”Keterangan saksi (Kasdi dll) hanya mendengar dari kata orang lain yang hanya ‘katanya’ dan ‘katanya’,” tegas SYL.
SYL menyitir asas non-testimonium de auditu, bahwa keterangan yang diperoleh dari orang lain bukan merupakan keterangan saksi. Ketentuan itu juga dijelaskan dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Di mana keterangan saksi tidak termasuk keterangan jika diperoleh dari orang lain.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menyatakan SYL terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Jaksa menuntut SYL dituntut pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp500 juta oleh jaksa penutut umum (JPU). SYL juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 44.269.777.204 dan 30.000 dolar Amerika Serikat.
SYL dinilai bersalah melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.