Home Gaya Hidup Pulau Penyengat: Taman bagi Para Penulis dan Penyair Melayu

Pulau Penyengat: Taman bagi Para Penulis dan Penyair Melayu

Tanjung Pinang, Gatra.com - Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau merupakan taman penulis dan penyair melayu. Lebih jauh, pulau dengan panjang 2.000 meter dan lebar 850 meter ini adalah bukti termahsyurnya Kerajaan Riau-Lingga pada masanya.

Dalam kisah yang beredar, pulau ini dinamakan Pulau Penyengat karena berabad-abad lalu, para pelaut yang kehabisan air kerap singgah di sebuah pulau kecil ini untuk mengambil air tawar di beberapa perigi (sumur). Saat para pelaut ini berbondong-bondong mengambil air, mereka diserang oleh serangga semacam lebah atau penyengat hingga memakan korban jiwa. Sejak saat itulah nama Penyengat disematkan pada pulau ini.

Untuk menjejaki Pulau Penyengat, pengunjung harus menyeberang dari Tanjung Pinang menggunakan kapal pompong selama kurang lebih sepuluh menit. Begitu tiba, pelancong bisa langsung bertemu dengan Masjid Raya Sultan Riau. Destinasi ini menjadi salah satu daya tarik wisatawan saat mengunjungi Pulau Penyengat.

Baca Juga: KRI Dewaruci Kembali Mengarungi Samudera: Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024 Dimulai

Merujuk kisah yang beredar dan disebutkan oleh penjaga masjid, bangunan ini dibangun dengan campuran putih telur. "Kalau struktur bangunan Masjid Raya Sultan Riau terbuat dari pasir, putih telur, kabur dan tanah liat," ujar Raja Khaidir, penjaga Masjid Sultan Riau.

Masjid ini dibangun pada tahun 1803 setelah Pulau Penyengat diberikan sebagai mas kawin dari Raja Abdurrahman kepada Raja Hamidah Engku Putri. Kemudian, Raja Abdurrahman yang menjabat Yang Dipertuan Muda ke-7 Kerajaan Riau-Lingga pada tahun 1832, meminta masyarakat bergotong royong merenovasi masjid ini dengan arsitektur simbol-simbol ajaran agama Islam.

Masjid Sultan Riau, Pulau Penyengat, Tanjung Pinang (Gatra/Abdul Karim Ambari)

Di dalam masjid ini juga terdapat Galeri Kutubkhanah atau perpustakaan Marhum Ahmadi yang menyimpan kitab-kitab karya tulisan tangan bergaya Istanbul-Turki tentang ilmu pengetahuan. Kemudian ada juga Al-quran tulisan tangan yang terpajang di tengah-tengah masjid.

Bergeser sedikit dari Masjid Sultan Riau, wisatawan bisa melihat kerangka bangunan tua yang disebut sebagai Gedung Tabib. Gedung ini merupakan bekas kediaman Tabib Raja Daud. Bangunan yang tinggal susunan batu merah rawan runtuh dan dindingnya telah terkelupas itu memiliki dua tingkat dengan ukuran 12 x 8 meter. Pemerintah setempat memasang pagar larangan dan tiang penyangga agar Gedung Tabib ini tidak runtuh.

Tabib Raja Daud bernama asli Raja Ahmad Tabib bin Raja Han bin Raja Ali Haji. Dia dikenal sebagai tabib atau dokter yang kemampuan ilmu pengobatannya terkenal hingga ke Riau, Singapura, dan Johor. Salah satunya obat terkenal darinya adalah Syarbat Zanjabil, yaitu obat herbal yang diracik dari rempah-rempah dengan aroma harum, untuk menyembuhkan berbagai penyakit seperti sakit jantung dan sakit kuning.

Festival Raja Ali Haji

Pulau Penyengat dihuni oleh 782 kepala keluarga dengan jumlah penduduk mencapai 2.853 orang. Lurah Pulau Penyengat, Candra Agung Lukita, mengatakan bahwa rata-rata warga bekerja sebagai pedagang, nelayan, penambang boat, becak, dan lainnya juga banyak yang di bidang pemerintahan.

Pada bulan Juli 2024 ini diselenggarakan Festival Raja Ali Haji di Pulau Penyengat yang rutin digelar pasca pandemi covid 19. Sebelumnya sudah ada festival-festival serupa yang digelar di pulau ini yang menjadi daya tarik wisatawan yang datang. Biasanya wisatawan datang dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Kompleks makan Raja Ali Haji, Pulau Penyengat, Tanjung Pinang (Gatra/Abdul Karim Ambari)

Kali ini, selain untuk wisatawan, Festival Raja Ali Haji juga diadakan dalam rangka menyambut Laskar Rempah dari Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024 yang datang dari berbagai daerah di Indonesia untuk mengenalkan Pulau Penyengat lebih luas. "Festival Raja Ali Haji ini sebenarnya sudah pernah digelar sebelum pandemi. Ini digelar kembali tentu kita akan sangat senang," kata Candra Agung Lukita.

Baca Juga: Pameran Jalur Rempah: Menjejaki Sejarah dan Diplomasi Budaya Nusantara

Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad adalah sosok ulama, sejarawan, sekaligus pujangga yang menciptakan banyak karya sastra, sejarah, hukum dalam bahasa Melayu dan Arab, salah satu karyanya yang terkenal yaitu Gurindam Dua belas. Raja Ali Haji adalah tokoh yang mengembangkan bahasa dan sastra Melayu, di mana karya-karyanya menjadi rujukan di masa kini.

Ketua Yayasan Balai Maklumat Indera Sakti Penyengat, Raja Malik Hamzah, menyebut bahwa orang-orang di Pulau Penyengat sangat suka menulis. Mulai dari masyarakat biasa, bangsawan, hingga cendekiawan. Bekal inilah yang menjadikan Pulau Penyengat disebut sebagai pusat keilmuan Melayu. "Mulai dari ilmu falakiyah, tata bahasa, ilmu pemerintah politik, sejarah, bahkan tentang ilmu pengobatan melayu, semua ditulis dalam bahasa Melayu," katanya.

Raja Malik Hamzah menunjukkan manuskrip naskah penulis Pulau Penyengat (Gatra/Abdul Karim Ambari)

Keturunan dari Raja Fisabilillah ke-6 ini menjelaskan, khazanah intelektual yang ada di Pulau Penyengat dibuktikan dengan banyaknya manuskrip kuno yang ditulis dan disimpan oleh masyarakat keturunan dari nenek moyang orang penyengat. Yayasannya mengumpulkan naskah-naskah kuno yang diwariskan dari leluhur kepada anak cucu. "Bisa dikatakan, sebagian besar rumah-rumah di Pulau Penyengat menyimpan naskah kuno sebagai warisan," tambahnya.

Raja Malik Hamzah menyebut Pulau Penyengat sebagai taman para penulis Melayu. "Raja Ali Haji dan lingkarannya membuat bahasa Melayu menjadi bahasa persuratan, tulis menulis, sastra dan lainnya, bahkan akar bahasa Indonesia adalah berasal dari bahasa Melayu," ujarnya.

Raja Ali Haji meninggal dunia di Pulau Penyengat pada tahun 1873 dan dimakamkan tepat di samping makam ayahnya di kompleks makam para raja di Pulau Penyengat. Para pelancong juga bisa mengunjungi makam penyair yang terkenal dengan Gurindam 12 di pulau ini.

238