Jakarta, Gatra.com – Perkara Nomor 459/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL tentang gugatan melawan hukum terkait pembangunan Ta’aktana The Luxury Collection Labuan Bajo Resort di Pantai Wae Rana, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) terpaksa berlanjut ke pokok perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Pasalnya, para pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan persoalan tersebut di tahap mediasi. Para pihak tetap pada pendiriannya masing-masing sehingga gugatan ini akan mulai disidangkan.
Kuasa hukum PT Nusa Raya Cipta (PT NRC), Ferry Ricardo, di PN Jaksel, Selasa, (9/7), menyampaikan, mediasi pada sore tadi tidak berhasil sehingga perkara gugatan melawan hukum yang diajukan pihaknya berlanjut ke persidangan pokok perkara.
“Dari pihak sana [tergugat] tidak ada yang hadir satu pun. Ya alasannya ya mudah-mudahan baik. Mediasi sudah gagal, jadi sidang normal,” ujarnya.
Sesuai ketentuan, hakim mediasi atau mediator bisa menyatakan bahwa mediasi telah gagal jika ada salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah 2 kali berturut-turut tidak menghadiri atau mangkir dari pertemuan mediasi sesuai jadwal yang telah disepakati.
Sedangkan untuk jadwal sidangnya, lanjut Ferry, para pihak, termasuk tergugat yakni PT Fortuna Paradiso Optima (PT FPO), Renaldus Iwan Sumarta, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), dan PT Mariott Internasional Indonesia (PT MIN) tinggal menunggu penetapan jadwal sidang pertama.
“Jadwalnya majelis hakim akan mengundang melalui panitera dan juru sita, ngasih jadwal dengan relas segera,” katanya.
Ia menjelaskan, pada tahap mediasi, pihaknya ingin agar perhitungan keterlambatan dan sebagainya kembali ke perjanjian (agreement) awal. Namun pihak tergutan menginginkan dengan angka-angka baru yang tidak masuk akal.
“Seharusnya yang digunakan itu klausul di mana hak dan kewajiban para pihak melalui agreement induk, yang awal. Jangan gunakan ini kurang ini, kurang ini, ini tidak pas. Makanya kita menggugat,” ujarnya.
Advokat dari Ferry Ricardo & Partners Law Firm ini lebih lanjut menyampaikan, keterlambatan terjadi bukan sepenuhnya kesalahan kliennya. Namun juga ada andil dari pihak tergugat.
“Jadi topiknya adalah keterlambatan pengerjaan proyek. Tapi ini pun kalau diaudit, keterlambatan itu bukan semata-mata dari pihak NRC, keterlambatan itu juga oleh pihak tergugat. Itukan dipasang mesti ada barangnya. Kalau enggak ada enggak bisa dipasang,” tandasnya.
Ia menegaskan, keterlambatan tersebut bukan gegara pihak NRC lalai, tetapi gegara keterlambatan material yang disediakan tergugat sehingga menghambat pengerjaan.
“Intinya begitu, keterlambatan itu ada di dua belah pihak, ya karena ada barang yang dari tergugat yang juga terlambat datang,” tandasnya.
Ia menjelaskan, meskipun terlambat gegara material tadi, tapi PT NRC sudah menyelesaikannya. Karena itu, tadinya pihak penggugat mengajak untuk melakukan perhitungan bersama-sama sesuai dengan perjanjian awal.
“Keterlambatannya dapat berapa, bukan dengan cara memaksa orang untuk membayar,” ujar Ferry.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum PT FPO, usai sidang enggan memberikan tanggapan. Salah satu kuasa hukum hanya menyampaikan terima kasih saat dimintai tanggapan.
Begitupun pihak tergugat lainnya. Sekretaris Eksekutif & Direktur KWI, RD. Paulus Christian Siswantoko, sebelumnya saat dikonfirmasi menyampaikan tidak bisa memberikan keterangan. “Saya tidak dalam kapasitas untuk menanggapi hal itu [gugatan],” kata dia.