Home Ekonomi PKS Minta Evaluasi Ekonomi Semester I 2024 dan Depresiasi Rupiah

PKS Minta Evaluasi Ekonomi Semester I 2024 dan Depresiasi Rupiah

Jakarta, Gatra.com - Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, menyatakan pertumbuhan ekonomi nasional pada semester I 2024 yang mencapai 5,11% lebih dominan ditopang oleh siklus bisnis dan faktor musiman, seperti pergerakan harga komoditas dunia, bulan suci Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, serta pelaksanaan pemilu dan bansos yang digelontorkan di awal tahun 2024.

“Ini tergambar dari Konsumsi Rumah Tangga (RT), Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) dan Pengeluaran konsumsi Pemerintah (PKP), merupakan kontributor utama Pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran sepanjang Triwulan I 2024” ujarnya di Jakarta (11/7).

Anis, anggota DPR RI Komisi XI, menambahkan bahwa ketidakpastian ekonomi global masih berdampak signifikan hingga semester I 2024, disebabkan oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan perang Rusia-Ukraina yang belum mereda.

“Kebijakan suku bunga tinggi yang dipertahankan oleh The Fed dan European Central Bank (ECB) pada tahun 2024, memberi tekanan kepada sektor keuangan global. Kondisi ini berdampak terhadap ketatnya likuiditas global, serta terjadinya arus modal keluar (capital outflow) di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia. Imbasnya rata-rata nilai tukar rupiah pada semester I 2024 mencapai Rp15.901 per USD melemah atau terdepresiasi sebesar 4,23 persen,” katanya.

Anis menyoroti bahwa depresiasi rupiah sebesar 4,23 persen perlu mendapat perhatian serius.

“Sampai saat ini, jika dilihat dari fundamental ekonomi negeri yang relatif cukup kuat sepanjang Semester I 2024, hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11 persen, angka inflasi relatif rendah sebesar 2,50 persen, bahkan pertumbuhan kredit berada pada kisaran 10-12 persen, bahkan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia tetap berada dalam zona ekspansif,” ungkapnya.

Menurut Wakil Ketua BAKN DPR RI, dengan indikator-indikator fundamental ekonomi yang positif, seharusnya rupiah tidak terdepresiasi sedalam ini. Oleh karena itu, Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mencari penyebabnya, apakah berasal dari kebijakan moneter atau fiskal yang menyebabkan tekanan terhadap perekonomian nasional.

Anis juga mengkritisi kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan (BI-rate) dalam menghadapi tekanan pelemahan nilai tukar rupiah.

“Perlu kita waspadai, dengan menaikkan suku bunga, biaya pinjaman akan meningkat tajam dan berdampak negatif terhadap sektor riil, terutama sektor UMKM yang masih berjibaku untuk bangkit,” ujarnya.

Sebagai anggota DPR asal dapil Jakarta I, Anis mengingatkan pemerintah dan Bank Indonesia untuk memperkuat bauran kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil.

"Diantaranya menjaga Inflasi tetap terkendali, memberikan insentif khusus bagi UMKM, memberikan Perlinsos yg tepat sasaran agar konsumsi dan daya beli tetap terkendali," " tutupnya.

60