Home Hukum Pusaran Kasus LNG, KPK Tagih Rp1,8 Triliun ke Corpus

Pusaran Kasus LNG, KPK Tagih Rp1,8 Triliun ke Corpus

Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pengembalian kerugian negara di kasus LNG Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) dan PT Pertamina (Persero). Pihak KPK menyatakan akan mengejar CCL dan meminta mereka menyerahkan uang pengganti.

Uang pengganti tersebut nilainya ditaksir sebesar USD 113,84 juta atau sekitar Rp1,8 triliun. KPK mengklaim sudah membangun komunikasi dengan aparat penegak hukum di Amerika Serikat (AS).

"Kita sebetulnya lebih fokus kepada bagaimana mengembalikan kerugian keuangan negara untuk asset recovery-nya. Supaya kita bisa mengambil uang negara yang keluar akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.

Sebelumnya, KPK mengungkap dua perusahaan AS dalam pusaran kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair/Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021. Dua perusahaan tersebut adalah anak usaha Cheniere Inc, yakni Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC dan Blackstone. Kasus ini turut menyeret Direktur Utama Pertamina periode 2009-2014, Karen Agustiawan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Praktisi hukum, Augustinus Hutajulu menyatakan, selama pemeriksaan saksi dan proses pengadilan, pihak CCL tidak pernah dihadirkan. "Corpus tidak pernah didengar di persidangan. Dan dia (Corpus) tidak terdakwa. Dia (Corpus) tidak terikat pada putusan perkara kita," ujar Augustinus Hutajulu dalam keterangannya di Jakarta, 22 Juli 2024.

Menurut Augustinus, KPK bisa mengejar uang pengganti ke CCL, jika pengadilan AS juga mengadili CCL. "Itu bisa jika AS sebut dia (CCL) korupsi juga. Dia diadili di AS sana, dia dinyatakan korupsi. Baru bisa. Ini kan tidak. Jadi saksi pun tidak, sepanjang yang saya tahu," katanya.

Augustinus menyatakan, seharusnya penyidik komisi antirasuah dapat meminta keterangan pihak Corpus. Hal itu dikarenakan penyidik sudah dua kali berangkat ke AS.

Pada 2023 misalnya, penyidik KPK terbang ke AS bahkan bersama pegawai Pertamina. Mereka hendak menemui CCL. Sayangnya KPK tidak berhasil menemui CCL dan meminta keterangannya.

Di sisi lain, Augustinus menilai, kasus LNG saat ini belum berstatus inkracht van gewijsde. "Artinya, putusan pengadilan tinggi masih bisa berubah. Sampai putusan kasasi. Kalau dia kasasi. Siapa tahu dia bebas," ujarnya.

Augustinus meyakini pihak CCL juga tidak akan mungkin memberikan triliunan rupiah kepada Indonesia. Pasalnya, yang dianggap uang pengganti oleh Hakim, adalah keuntungan secara bisnis bagi Corpus.

"Apa iya mau, Corpus Christi mau merugikan dirinya? Bagi saya itu enggak masuk akal. Masa Corpus disuruh mengembalikan keuntungannya. Ini bisnis kok. Kecuali Corpus-nya mau charity," katanya.

Menurutnya, jika KPK ngotot meminta uang pengganti, bisa jadi Corpus memutus kontrak dengan Pertamina. Dampaknya bisa merugikan Pertamina, karena Pertamina sudah memiliki pembeli LNG Corpus.

"Bisa juga Corpus putuskan kontrak. Kalau dia dibuat repot dan dikejar-kejar terus, dia putuskan kontraknya" ujarnya.

Terpisah, Ketua Indonesia Gas Society (IGS) Aris Mulya Azof mengingatkan bahwa jika Corpus sampai memutuskan kontrak penjualan LNG ke Pertamina maka akan merugikan perusahaan plat merah itu. Pasalnya, selama ini Pertamina sudah mendapatkan harga gas murah dari Corpus.

Terlebih permintaan gas saat ini meningkat, sehingga Pertamina bisa jual dengan untung yang berlipat. "Sekarang gap kekurangan gas terjadi akibat turunan produksi hulu dan kebutuhan meningkatkan," ujar Aris.

Aris mengatakan bahwa Corpus sudah berkomitmen akan memasok LNG ke Pertamina untuk dijual lagi, hingga 2039."Kalau terhenti maka kita harus mencari penggantinya," ujarnya.

Persoalannya, lanjut Aris, mencari pengganti supplier LNG bukan perkara mudah. Selain harus memulai kontrak bisnis lagi, Pertamina juga akan kesulitan mencari harga yang murah di tengah kondisi permintaan gas yang tinggi.

Apalagi, Pertamina sudah memiliki kontrak dengan konsumen. Jika pasokan LNG Pertamina tidak dikirim, bisa-bisa seperti masalah PT PGN dengan Gunvor. "Akan jadi masalah. Jadi seperti case Gunvor. Punya komitmen menjual tapi enggak punya sumber LNG," tandasnya.

66