Jakarta, Gatra.com - Penanganan sampah makanan di Indonesia masih menjadi masalah yang signifikan. Setiap tahunnya, negara ini menghasilkan antara 19 hingga 29 juta ton sampah makanan.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah disarankan untuk menerapkan konsep food bank atau bank makanan. Langkah ini tidak hanya bertujuan mengurangi pemborosan makanan (food waste), tetapi juga menghadapi kerawanan pangan (food insecurity).
INKOWAPI (Induk Koperasi Wanita Pengusaha Indonesia), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan KADIN (Kamar Dagang dan Industri) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) di Jakarta pada Jumat, 26 Juli 2024. Dalam diskusi tersebut, diungkapkan pentingnya pembentukan food bank di Indonesia.
"Tentunya melihat program makanan gratis yang digaungkan Presiden terpilih. Tentu ini menjawab solusi dari permasalahan yang ada," kata Ketua INKOWAPI Ir. Sharmila.
Sharmila menekankan bahwa koperasi merupakan platform yang efektif untuk pembentukan food bank. Dengan jaringan yang kuat dan struktur yang terorganisir, koperasi dapat mengumpulkan, menyimpan, dan mendistribusikan surplus makanan secara efisien.
"Dengan demikian inisiatif Food Bank ini tidak hanya dapat mengatasi food waste, tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi di Indonesia," tambah Sharmila.
Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Asosiasi dan Himpunan, Wisnu W. Pettalolo, menjelaskan bahwa lebih dari 80% dari food waste berasal dari sampah rumah tangga, sementara sisanya berasal dari sampah non-rumah tangga. Pemborosan pangan ini menyebabkan fluktuasi harga yang mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan.
"Dengan memanfaatkan inisiatif Food Bank, ada peluang mengurangi tekanan ekonomi pada keluarga kurang mampu dan membantu mereka mengakses makanan bergizi. Food Bank juga dapat memainkan peran kunci dalam mengurangi ketidakpastian pangan dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat yang berjuang melawan kemiskinan," kata Wisnu.
Kepala BAPANAS, Arief Prasetyo Adi, menambahkan bahwa koperasi memiliki peran penting dalam inisiatif food bank. Koperasi dapat mengorganisir dan mengoptimalkan distribusi surplus pangan serta melibatkan masyarakat langsung dalam pengelolaannya.
"Koperasi tidak hanya mendukung ketahanan pangan tetapi juga memberdayakan anggotanya, menciptakan peluang ekonomi baru dan memperkuat solidaritas sosial," timpalnya.
Menurut Arief, potensi pengembangan food bank di Indonesia masih sangat besar mengingat luasnya wilayah dan besarnya jumlah penduduk. Diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan diperlukan untuk mengkaji potensi penguatan food bank melalui koperasi.
Wakil Rektor Universitas Koperasi Indonesia, Prof. Dr. H. Ahmad Subagyo, S.E., M.M., CRBD., CSA., CRP., CDMP, menekankan pentingnya food bank untuk mengurangi kesenjangan pangan di masyarakat. Food bank berperan dalam mengumpulkan kelebihan makanan dari berbagai sumber, seperti supermarket, restoran, dan donatur, sehingga dapat mengurangi pemborosan pangan.
Selain itu, food bank juga berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan nomor 2 (mengakhiri kelaparan), 12 (konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab), dan 17 (kemitraan untuk mencapai tujuan).
"Indonesia dapat belajar ke negara lain yang memiliki infrastruktur kebijakan dan kelembagaan yang telah mumpuni, misalnya di Jepang. Negara itu bisa menjadi contoh sukses yang berhasil mengatasi masalah pangan dan kemiskinan melalui Food Bank Kanagawa," pungkas Prof. Subagyo.