Yogyakarta, Gatra.com - PP Muhammadiyah bakal memutuskan sikap soal izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah dalam Konsolidasi Nasional di Yogyakarta, 27-28 Juli. Namun kabar yang menyebut bahwa ormas Islam tersebut menerima izin tersebut meruyakkan pro kontra, terutama di media sosial.
Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insana (MPKSDI) PP Muhammadiyah Bachtiar Dwi Kurniawan dalam akun X, @Gus_Bach, mengemukakan pendapat yang setuju Muhammadiyah menerima konsesi tambang.
"Saya yakin sumberdaya insani kader kader Muhammadiyah sanggup mengelola tambang, bisa memberi contoh mengelola tambang yang baik, tambang yang tetap memperhatikan lingkungan. Saya percaya kader Muhammadiyah mampu! Saatnya memberi contoh!" cuitnya, Jumat (26/7).
Ia juga menyertakan unggahan visual berisi sejumlah poin dalam mendukung hal itu. "Tambang adalah amanat UUD 1945 untuk kemakmuran rakyat bukan untuk kemakmuran segelintir oligarki," demikian poin pertama yang diunggah bersama foto Bachtiar.
Menurutnya, Muhammadiyah perlu memberi contoh dalam mengelola tambang dengan teyap memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. "Saya percaya bahwa Muhammadiyah bisa mengelola tambang dengan mengutamakan kesejahteraan sosial, menjaga lingkungan bukan keuntungan semata," katanya.
"Kami punya keyakinan SDM Muhammadiyah mampu mengelola tambang dengan amanah, profesional, dan integritas tinggi," lanjutnya.
Unggahan itu menuai respons beragam, terutama dari pihak yang menolak pemberian konsesi tambang dari pemerintah. Salah satunya datang dari David Efendi, dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sekaligus pegiat Kader Hijau Muhammadiyah yang getol menyuarakan pelestarian lingkungan.
Menurutnya, seperti dikutip dari cuitannya di akun X @kejarlahmimpi, melawan oligarki dengan menerima konsesi tambang bukanlah langkah yang tepat.
"Saya menyaksikan dari dekat tirik (titik, red) api batubara, banyak korban warga berjatuhan, banyak masa depan manusia dihancurkan," katanya.
Menurutnya, melakukan uji coba energi baru terbarukan dan berkeadilan di bidang energi merupakan wujud berkemajuan seperti spirit Muhammadiyah selama ini. "Tafsir dari kegelapan menuju cahaya itu ajakan hijrah, transformasi, pembaharuan dari energi kotor batu bara menjadi energi bersih berkeadilan," begitu penggalan cuitnya yang lain.
Menjelang Konsolidasi Nasional Muhammadiyah di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Sabtu (27/7), seruan untuk mendesak Muhammadiyah menolak konsesi tambang juga muncul, seperti melalui aksi "Duka untuk Ormas Berketambangan" yang tersebut.
Aksi ini digelar oleh Forum Cik Ditiro yang diisi sejumlah akademisi, aktivis lingkungan, dan pegiat hak asasi manusia. Menurut Forum Cik Ditiro, dua bulan terakhir, semua umat beragama dikagetkan dengan "riswah politik" dari pemerintah dalam bentuk pemberian konsesi tambang pada ormas.
"Tak perlu menunggu waktu, NU terdepan menerima konsesi. Namun berbeda dengan ormas Katolik, Kristen yang secara tegas menyatakan menolak. Sikap ini diharapkan diikuti oleh ormas terkaya, yaitu Muhammadiyah. Sayangnya, sebulan belakangan, beberapa tokoh Muhammadiyah memberikan signal menerima konsesi tersebut dan konon akan diputuskan pada tanggal 27-28 Juli 2024," papar Tri Wahyu, salah satu pegiat Forum Cik Ditiro.