Soe, Gatra.com - Gabungan Kelompok Tani Tunfeu dihukum, diberi sangsi hukuman adat karena melakukan penebangan hutan untuk berkebun dan membuat pagar adat atas lahan Kawasan Hutan Cagar alam Gunung Mutis, di Desa Fatumnasi Kecamatan Molo, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Tumir (NTT).
Sangsi hukuman adat tersebut dilaksanakan Kamis 25 Juli 2024, disaksikan Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT (BBKSDA NTT), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT, UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah TTS, Perangkat Desa Fatumnasi, Tokoh Adat dan Pengurus Gabungan Kelompok Tani Hutan Tunfeu.
Sangsi hukuman adat itu berupa, satu keping koin perak, satu botol minuman arak atau sopi, satu ekor babi, satu ekor ayam merah, beras 40 kilogram, uang sejumlah Rp50.000, dan selendang tenun sebanyak tujuh lembar.
Upacara sumpah itu dipimpin Temangku Adat Desa Fatumnasi, Yusman Oematan. Dimulai dengan tutur adat dan penyerahan minuman arak dan uang perak oleh ketua adat kepada Kepala BBKSDA NTT yang diwakili Kepala Bidang KSDA Wilayah I.
Penyerahan ini sebagai simbol pengakuan bersalah, permohonan maaf, serta janji untuk tidak mengulangi kembali pelanggaran yang sudah terjadi. “Sangsi hukuman adat ini cukup berat. Jika mereka lakukan lagi akan dikutuk, dihukum leluhur yang menjaga kawasan cagar alam ini. Antaranya penyakit dan kematian," kata Yusman Oematan.
Lepala BBKSDA NTT, Arief Mahmud mengatakan, pihaknya menghargai dan menghormati sanksi adat ini. Hal ini sebagai implementasi pengelolaan kawasan berbasis tiga pilar yaitu pemerintah, masyarakat adat dan tokoh agama.
Karena, Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis oleh orang Timor diakui sebagai ibu yang telah memberikan kehidupan kepada mereka.
“Oleh karena itu haruslah dijaga kelestariannya agar hutan ini dapat terus memberikan kehidupan. Ada a kelompok tani yang berkebun dan membuat pagar dikawasan itu. Karena itu telah disangsi diberi hukuman adat. Kami menyaksikan sendiri,” kata Arif Mahmud ( 27/7)
Menurut Arif, ritual adat ini mempunyai nilai kesakralan yang tinggi, sebagai warisan leluhur yang harus dipegang teguh oleh seluruh masyarakat adat Mutis dan semua pihak.
“Diharapkan ritual sanksi adat ini menjadi yang terakhir kalinya dilaksanakan sebagai perwujudan bahwa kita semua berkomitmen untuk memegang teguh adat istiadat ini,” harap Arif.
Melalui sanksi adat ini lanjut Arif, diharapkan dapat memberikan efek jera. Dan apabila di kemudian hari masih terdapat pelanggaran, kepada pelaku akan dilakukan penyelesaian sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Diketahui Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.4617/MENLHK-PKTL/ KUH/PLA.2/9/2017 seluas 12.315,61 Hektar.
Terletak di Kabupaten TTS seluas 9.888,78 hektare (80,29 persen) dan Kabupaten Timor Tengah Utara seluas 2.426,83 hektare (19,71 persen).
Keberadaan kawasan hutan ini penting sebagai tipe perwakilan hutan hujan dataran tinggi di Pulau Timor dengan ekosistem hutan alam Ampupu serta hutan pegunungan primer.
Kawasan hutan ini juga merupakan habitat berbagai jenis satwa penting di NTT. Sebagian di antaranya merupakan satwa endemik dan dilindungi.
Dalam sistem sosial budaya, Gunung Mutis bagi masyarakat Mollo diibaratkan sebagai ibu yang sangat penting untuk menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat, serta merupakan hulu dari beberapa daerah aliran sungai (DAS) di wilayah Pulau Timor.