Jakarta, Gatra.com - Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mangkir dari pemanggilan KPK untuk ketiga kalinya. Sedianya, Enggar akan diperiksa sebagai saksi dalam kasusa Anggota DPR Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso.
"Malam kami mendapatkan surat memberitahukan bahwa (Enggartiasto) ada kegiatan lain ke luar negeri hari ini," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (18/7).
Sebelumnya, Enggar dua kali mangkir dari pemanggilan KPK dengan berbagai alasan. Pemanggilan hari ini adlah penjadwalan ulang saat politisi Nasdem tersebut tidak hadir ketika dipanggil KPK pada Senin (8/7).
Febri mengingatkan seseorang yang sudah dipanggil sebagai saksi merupakan kewajiban hukum. Apalagi panggilan itu sesuai hukum acara dengan rentang waktu panjang antara surat pemanggilan dan jadwal pemeriksaan.
"KPK menyayangkan ketidakhadiran ini. Semestinya pejabat publik memberikan contoh kepatuhan terhadap hukum. Jangan sampai ada kesan yang kemudian muncul ke publik, ada pejabat yang menghindari proses hukum dengan berbagai alasan," tambahnya.
Dalam kasus ini KPK mengendus sejumlah penerimaan lain dari Bowo Sidik, salah satunya menyeret Enggartiasto. Bahkan kantor dan rumah Enggar sudah pernah digeledah tim penyidik KPK, Selasa (30/4) lalu.
Gratifikasi itu disinyalir ada hubungannya dengan penyusunan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait Perdagangan Gula Kristal Rafinasi (GKR).
KPK menduga Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti (AWI). Ketiganya merupakan tersangka dalam dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK untuk kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Dalam kesepakatan Bowo meminta jatah senilai US$2 per metrik ton.
Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke 84 kardus di kantor PT Inersia, perusahaan milik Bowo Sidik Pangarso. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk 'serangan fajar' pemilu 2019.
Namun setelah dihitung KPK, uang yang diterima Bowo dari PT HTK hanya sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Kemudian sisanya sejumlah Rp6,5 miliar inilah yang diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan-penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
Ada empat sumber penerimaan Bowo Sidik soal uang Rp6,5 Miliar ini. Pertama, dugaan pengaturan tentang Permendag Gula Kristal Rafinasi. Lalu kedua, terkait dengan penganggaran, khususnya DAK. Ketiga, terkait posisi seseorang di salah satu BUMN. Dan keempat, terkait revitalisasi pasar di Minahasa Selatan.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.