Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama PT Petrokimia Gresik, Rahmat Probadi terkait kasus suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TAG (Taufik Agustono)," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (21/11).
Sebelumnya KPK menetapkan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia Taufik Agustono sebagai tersangka baru dalam perkara mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.
Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Taufik menjadi tersangka dari hasil pengembangan perkara suap kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Alex menjelaskan PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama tahun 2013-2018. Pada tahun 2015, kontrak ini dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar, yang tidak dimiliki oleh PT HTK.
"BSP (Bowo Sidik Pangarso) kemudian bertemu dengan AS (Asty Winasti, Manager Marketing PT HTK). AS kemudian melaporkan kepada TAG hasil pertemuannya dengan BSP, yakni mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal," kata Alex.
Taufik kemudian diduga bertemu dengan beberapa pihak termasuk Asty dan Bowo untuk menyepakati kelanjutan kerja sama sewa menyewa kapal yang sempat terhenti pada 2015.
"Kemudian BSP meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU antara PT HTK dan PT PILOG. Permintaan ini disanggupi oleh tersangka TAG selaku Direktur PT HTK," ungkap Alex.
Pada rentang waktu 1 November 2018-27 Maret 2019, diduga terjadi transaksi pembayaran fee dari PT HTK kepada Bowo Sidik pada 1 November 2018 USD59.587, USD21.327 pada 20 Desember 2018, USD7.819 pada 20 Februari 2019,dan Rp89.449.000 pada 27 Maret 2019
Atas perbuatannya tersangka Taufik diduga melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.