Home Politik Cacat Demokrasi Indonesia, Suara Partai Suara Elit

Cacat Demokrasi Indonesia, Suara Partai Suara Elit

Jakarta, Gatra.com - Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Firman Noor mengatakan kondisi demokrasi Indonesia saat ini memprihatinkan. Malahan, demokrasi Indonesia cenderung dikuasai kelompok elit di atas elit. Ada orang kuat di dalam partai yang kemudian menjelma menjadi orang kuat di dalam percaturan politik Indonesia, katanya dalam diskusi virtual LP3ES ke-12, Selasa (26/1).

Sehingga, lanjut Firman, Indonesia saat ini secara substansial tidak lagi murni menjadi negara demokrasi. Bahkan, beberapa pengamat dan pakar demokrasi sempat menyebut Indonesia telah berada pada kondisi post demokrasi. "Hal ini ditandai misalnya dengan situasi di mana elit itu demikian menentukan, dan bagaimana kemudian sebetulnya partai politik ini justru menyuarakan kepentingan elit bukan kepentingan rakyat banyak," ujarnya.

Selain itu, Firman juga menyebut, tendensi oligarki saat ini semakin menguat. Hal ini disebabkan lantaran pengelolaan partai politik yang masih lemah secara finansial. Sehingga, kelompok-kelompok elit ini bisa memanfaatkan partai sebagai wakil bagi kepentingan mereka.

"Atau sebetulnya sekarang betul-betul sudah dikuasai oleh para oligarch untuk kepentingan mereka? Jadi para pebisnis yang dulu sifatnya hanya sebagai supplier dari sisi keuangan, saat ini mereka take over untuk bermain dan menentukan banyak kebijakan demi kepentingan-kepentingan bisnisnya," jelas Firman.

Ia menggambarkan, pada September 2019 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkan melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Padahal saat itu, marak terjadi aksi-aksi demonstrasi yang menolak disahkannya UU ini. "Setahun kemudian 2020 terjadi demonstrasi yang hampir sama, kali ini terkait dengan Omnibus Law yang bagi para pengkritiknya itu sangat kental nuansa oligarki," ungkapnya.

Selain itu, demokrasi Indonesia saat ini juga penuh nuansa politik dinasti, korupsi, hingga fitnah, hoaks, dan fanatisme atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Akhirnya, kehidupan politik Indonesia justru tetap membuat situasi yang kurang menguntungkan bagi rakyat banyak.

"Sehingga makna partai politik menjadi sangat kabur dan penuh dengan kritik dan juga bahkan sinis. Ini lagi-lagi menyebabkan situasi demokrasi kita pun menjadi tidak kunjung ke dewasa dan tidak memberikan manfaat," ucapnya.

1842