Jakarta, Gatra.com – Rektor Universitas Paramadina, Jakarta, Prof. Dr. Didik J Rachbini, mengatakan, belum ada tanda-tanda cerah bahwa demokrasi di Indonesia akan segera bangkit kembali pasca-Pilpres 2024.
Prof. Didik menyampaikan pernyataan tersebut dalam webinar bertajuk “Koalisi Besar Menuju Demamog Otoriter” pada akhir pekan ini. Ia menilai demokrasi di Indonesia masih mengalami kemunduran.
Menurutnya, kemunduran demokrasi ini rupanya tidak hanya terjadi di Indonesia. Hal serupa terjadi di Rusia, Amerika Serikat (AS) masa Donald Trump, India, dan Myanmar. Kembalinya dinasti Marcos, itu menunjukkan tanda-tanda bahwa demokrasi di berbagai kawasan dunia memang mengalami kemunduran.
“Meskipun demikian, tetap harus ada sekelompok masyarakat sipil yang kritis yang menyikapi dan menolak terjadinya kemunduran demokrasi tersebut,” ujarnya.
Ia menegaskan, kemunduran demokrasi boleh terjadi di mana saja, tetapi jika masyarakat di suatu negara tidak menghendakinya, maka kemunduran demokrasi bisa dicegah.
“Ketika masyarakat sipil cukup kritis menyuarakan penolakan terhadap kemunduran demokrasi yang semakin akut, maka pemimpin negara akan canggung menjalankan praktik-praktik antidemokrasi kecuali pemimpin yang lupa ingatan,” katanya.
Atas dasar itu, lanjut dia, mulai saat ini, para intelektual harus sudah mulai melakukan langkah-langkah kritis. Tujuannya tetap menegakkan rule of law dan check and balance.
Selain itu, lanjut Prof. Didik, harus dibiasakan mengadu gagasan vs gagasan, bukan melanjutkan praktik-praktik otoritarian dan kesewenang-wenangan terhadap APBN.
“Praktik-praktik tidak terpuji itu bisa dicegah apabila check and balances berjalan dengan baik di parlemen,” ujarnya.