Home Ekonomi Nasabah Fintech Harus Sertakan Bukti jika Ajukan Komplain

Nasabah Fintech Harus Sertakan Bukti jika Ajukan Komplain

Jakarta, Gatra.com – Nasabah atau peminjam dari perusahan financial technology (fintech) legal agar menyertakan bukti jika mengajukan komplain atau aduan kepada fintech pemberi pinjaman. Ini untuk memudakan pihak fintech untuk menindaklanjutinya.

“Kita selalu ingetin msyarakat kalau punya komplain selalu siapkan bukti. Karena dengan bukti itu sebagai panduan kami untuk mengambil tindakan tegas kepada agen yang melakukan pelanggaran, karena semuanya jelas, apa yang boleh dan tidak,” kata Jonathan Krissantosa, Business Development Manager AdaKami, di Jakarta awal pekan ini.

Jo demikian Jonathan Krissantosa karib disapa, lebih lanjut menjelaskan, bukti itu sangat penting. “Karena netizen [kadang] baper doang, komplain tapi tidak disertakan bukti,” ujarnya.

Bukti itu sangat penting bagi perusahaan fintek untuk menindaklanjutinya. Pasalnya, fintech peer to peer (P2P) lending AdaKami yang legal harus menaati berbagai aturan atau regulasi, termasuk soal penagihan kepada nasabah.

“Kalau kita yang berizin OJK, protokol penagihannya sudah ada standarnya. Kalaupun ada agen kami yang melakukan kesalahan, kami sebagai perusahaan punya keleluasaan untuk melakukan tindakan tegas, kalau terbukti,” ujarnya.

Sedangkan untuk pinjaman online (pinjol) ilegal, Jo eggan berkomentar karena itu di luar ranahnya. “Itu agak sulit kalau kami diminta komentar soal pinjol ilegal, karena mereka tidak ikut aturan main seperti kami,” ujarnya.

Jo menjelaskan, AdaKami yang mempunyai legalitas dari OJK selalu diaudit oleh otoritas tersebut, di antaranya soal komplain dari nasabah. “Diaudit oleh OJK, komplain yang A sepeti apa penangannannya, begitu juga komplain B dan seterusnya,” ujar dia.

Bahkan, kata Jo, bukan cuman OJK, Asosiasi Fitech Indonesia (AFI) itu setiap bulan selalu memberi tahu, misalnya AdaKami mendapat sekian ratus komplain. AFI juga menyampaikan dari jumlah komplain atau aduan tersebut berapa yang terverifikasi atau valid.

“Mereka kasih informasi mana yang terverifikasi, mana yang enggak usah 'diwaroin', ini ngaco saja, cuman komplain tanpa dasar,” ujarnya.

Menurut Jo, setiap komplain atau aduan yang masuk ke AdaKami selalu ada tindak lanjut atau follow up-nya. “Setelah di-submit complain, prosesnya berapa hari dan bahkan sama OJK setiap tahun akan di-review lagi prosesnya seperti apa. Jadi clear kalau yang izin OJK, semua aturan mainnya ada,” katanya.

Sedangkan untuk target penyaluran pinjaman AdaKami tahun 2022, jumlahnya sebesar Rp8 triliun. Adapun untuk target nasabah tahun ini adalah sejumlah 3 juta orang atau user. Sedangkan untuk jumlah nasaba esksisting atau aktif hingga saat ini sebanyak 2 juta. “Segementasinya kita hampir merata, 60% perempuan, 40% laki-laki kalau populasi,” katanya.

Sedangkan jika dirinci lebih detail, jumlah user di Pulau Jawa masih paling besar. Setelah itu, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut). Selebihnya semua kota di seluruh Indonesia, tetapi jumlahnya belum signifikan. “Gambarannya kurang lebih seperti itu, ucapnya.

Menurutnya, fintech peer-to-peer lending (P2P) AdaKami berkomitmen untuk terus mendorong laju perekonomian masyarakat Indonesia dan melanjutkan program yang telah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya melalui kolaborasi dengan banyak pihak.

Untuk menunjang upaya tersebut, AdaKami menghadirkan inovasi teknologi yang mendorong kemudahan akses layanan keuangan sehingga tercapainya ekosistem finansial yang inklusif.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada awal Februari 2022, ekonomi Indonesia pada tahun 2021 tumbuh sebesar 3,69%, lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2020 yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07%. Pertumbuhan juga terjadi di sektor P2P lending, OJK mencatat pertumbuhan di P2P lending sebesar 29,69 juta peminjam pada akhir tahun 2021, meningkat 68,15% dibandingkan pada akhir tahun 2020.

“AdaKami pun telah memberikan pinjaman sebesar lebih dari Rp10 triliun dengan jumlah pengguna lebih dari 2 juta sejak berdiri tahun 2018 hingga Februari 2022, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat atas pembiayaan cukup tinggi,” katanya.

Jo mengungkapkan, AdaKami bukan hanya memberikan pinjaman, tetapi juga melakukan sosialisasi untuk meningkatkan literasi masyarakat yang masih terbilang belum sejalan dengan pertumbuhan sektor finansial teknologi tahun lalu.

Upaya peningkatan literasi masyarakat tersebut, kata Jo, sudah tentu menjadi tanggung jawab bersama dan memerlukan dukungan berbagai pihak. AdaKami menegaskan kembali komitmennya, untuk terus berupaya meningkatkan tingkat literasi keuangan di Indonesia.

“Sebagai bentuk konsistensi dan melanjutkan literasi keuangan kepada masyarakat yang telah kita lakukan sejak waktu lalu, AdaKami terus berinisiasi untuk melakukan edukasi dan mendukung keuangan masyarakat yang sehat serta inklusif,” ujarnya.

Salah satu bentuk sosialiasi tersebut, lanjut Jo, pihaknya menggelar konferensi pers bertema “AdaKami x Yuki Kato: Bijak dalam Memahami, Mengelola, dan Bertanggung Jawab Urusan Finansial” menghadirkan selebritas Yuki Kato dan financial planner Ligwina Hananto.

Pelibatan Yuki Kato dan Ligwina Hananto ini untuk turut berkolaborasi dan membantu menyampaikan proses edukasi pengelolaan keuangan secara lebih luas lagi kepada masyarakat.

Yuki menyambut positif kolaborasi ini dan berharap dapat membantu masyarakat untuk lebih memahami arti pentingnya literasi finansial. “Sebagai public figure yang juga tak bisa lepas dari dunia fintech, aku cukup yakin bahwa masih banyak orang di sekitarku yang masih menggunakan produk fintech itu sendiri, salah satunya fintech lending. Sehingga, aku pengin banget ikut mendukung edukasi kepada mereka,” ujarnya.

Sementara itu, Ligwina menyampaikan, minimal 10% dari pendapatan harus ditabung atau investasi. Selanjutnya, untuk anggaran bersenang-senang, seperti jalan-jalan, nongkrong, nonton, dan lainnya maksimal hanya 20%. Untuk cicilan atau bayar utang maksimal 30% dan untuk kebutuhan hidup sebesar 40–50%.

247