Home Nasional MRP Serahkan 12 Keputusan Kultural Perlindungan Orang Asli Papua ke Menko Polhukam

MRP Serahkan 12 Keputusan Kultural Perlindungan Orang Asli Papua ke Menko Polhukam

Jakarta, Gatra.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyambut baik gagasan dan upaya Majelis Rakyat Papua (MRP) yang menerbitkan sejumlah keputusan kultural terkait perlindungan Orang Asli Papua (OAP).

Sebanyak 12 keputusan tersebut di antaranya mengatur larangan pemberian gelar adat, larangan jual beli tanah ulayat Papua, moratorium izin pengelolaan sumber daya alam, penghentian kekerasan dan diskriminasi oleh aparat, hingga perlindungan perempuan dan anak asli Papua di wilayah konflik bersenjata, khususnya di Kabupaten Nduga, Kabupaten Puncak, dan Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua.

“Secara umum, semua keputusan kultural MRP bisa diolah sebagai bahan pertimbangan Pemerintah dalam membuat kebijakan terkait perlindungan orang asli Papua. Usul tim penanganan pengungsi juga saya akan pertimbangkan. Saya minta Deputi I agendakan di rapat kerja kami berikut,” kata Mahfud saat menerima MRP di Aula Nakula, Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta pada Jumat (5/8).

Dalam pertemuan tersebut, Mahfud didampingi oleh para pejabat teras Kemenko Polhukam. Mereka di antaranya, Sekretaris Kementerian Koordinator Polhukam Letnan Jenderal (TNI) Mulyo Aji, Deputi I Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri dan Deputi II Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Rina Prihtyasmiarsi Sumarno.

Sebelumnya, Ketua MRP Timotius Murib menyampaikan, masyarakat asli Papua terus mengalami praktik diskriminasi dan kekerasan aparat dalam proses penegakan hukum maupun pemeliharaan keamanan. Sebagian masyarakat asli Papua masih berada di lokasi-lokasi pengungsian.

Karena itu, MRP mengharapkan Pemerintah dapat membentuk tim perlindungan pengungsi Papua dan mengakselerasikan proses perundingan damai Papua. Dalam pertemuan itu Timotius didampingi Wakil Ketua MRP Yoel Mulait, Koordinator Tim Kerja Otsus MRP Benny Sweny, dan sejumlah staff.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menjelaskan alasan perlunya tim penanganan pengungsi di Papua. “Tim ini bertugas seperti misi pencari fakta. Tetapi bukan untuk mencari tahu siapa yang salah. Melainkan untuk mengidentifikasi apa saja kebutuhan pengungsi agar mereka bisa pulang dengan aman,” kata Usman.

Usman juga mendukung inisiatif Komnas HAM dan Pemerintah pusat yang tengah aktif menjajaki proses perundingan damai sebagai penyelesaian konflik Papua.

Selain Usman, hadir pula delegasi Amnesty International Indonesia, antara lain Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena dan Media Officer Amnesty International Indonesia Karina Tehusijarana.

MRP dan Amnesty mendukung peran Menko Polhukam dalam penjajakan perundingan damai yang juga tengah diupayakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Penjajakan perundingan damai diharapkan terus berjalan untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi keamanan dan perlindungan HAM warga sipil di Papua.

Menko Polhukam mengatakan, pihaknya menerima dengan baik masukan dari MRP dan Amnesty dan bertekad untuk menindaklanjutinya. Khusus penanganan pengungsi, Mahfud mengharapkan adanya masukan berupa data-data keberadaan pengungsi yang ada di Papua.

Merujuk Prinsip-Prinsip tentang Pengungsi Internal dari Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), pemerintah bertanggung jawab memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada semua pengungsi internal yang berada dalam wilayahnya. Pengungsi internal yang tidak atau sudah berhenti berpartisipasi dalam pertempuran juga tidak boleh diserang dalam situasi apa pun.

107