Indragiri Hulu, Gatra.com - Setidaknya, ada tiga orang Tenaga Kesehatan (nakes) asal Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, yang menolak diangkat menjadi Kepala Puskesmas (Kapus) di sana. Penolakan nakes untuk ditunjuk sebagai Kepala puskesmas itu merupakan buntut pemeriksaan oleh penyidik Adhiyaksa beberapa waktu lalu.
Adapun puskesmas yang kini diketahui kosongnya kursi pimpinannya adalah Puskesmas Kilan, Kecamatan Batang Cenaku. Diawali dengan mundurnya Kapus terdahulu bernama Tengku Ernita, lalu di ikuti tiga nakes lainnya yang juga mundur setelah ditunjuk menggantikan Kapus sebelumnya, meski belum diketahui apa penyebab mundurnya, Kapus tersebut namun kuat dugaan mundurnya yang bersangkutan, itu lantaran mengaku tak tahan atas tekanan yang ada.
Informasi yang berhasil di rangkum Gatra.com, salah satu dari nakes yang tidak ingin disebutkan namanya yang ditunjuk sebagai pengganti sementara Kapus Kilan oleh Dinkes Inhu, bahkan menolak penunjukkan tersebut dengan beberapa pertimbangan. Ia juga telah berkirim surat yang menjelaskan jika dirinya sedang menjalani pengobatan.
"Bahwa saat ini dalam waktu 3-6 bulan kedepan saya sedang menjalani pengobatan rutin dan obeservasi ketat oleh dr SPOG dr. konsulen Onkologi karena penyakit yang saya alami yaitu polip endocervix dan hyperplasia endometrium complex.
Selain itu isi surat yang tak kalah menjadi pertimbangan berbunyi "Sejak adanya masalah yang terjadi beberapa bulan terakhir di UPTD Puskesmas Kilan (Pemeriksaan keuangan oleh pihak terkait) jujur kondisi psikologis saya sangat terganggu (Mental saya sudah rusak) sehingga mengakibatkan komunikasi antar personal dengan sebagian besar rekan kerja tidak baik," demikian isi surat penolakan tersebut.
Andi (nama samaran) salah satu karyawan puskesmas Kilan menyebut, memang sejak dua bulan terkahir Puskesma Kilan tidak ada kepala definitif yang menggantikan Kapus yang sebelumnya mundur dari jabatan, yang berakibat pada kurangnya pelayanan kesehatan disana. "Memang sejak beberapa bulan terakhir puskesmas ini tak lagi kondusif pasca diperiksa oleh Kejaksaan Inhu, yang tak dapat d pungkiri dengan turunnya pelayanan kesehatan disini lantaran tak lagi ada kerharmonisan antar karyawan dalam bekerja," ungkap dia.
Sebelumnya Sekda Inhu, Hendrizal mengatakan, perkara pemeriksaan nakes yang bekerja di salah satu puskesmas di Inhu tersebut diawali dengan adanya pengaduan kepada penegak hukum dalam hal (Kejari Inhu), dan dirinya mengaku bahwa Kejaksaan Inhu sudah bekerja dengan semestinya atau sesuai SOP.
"Sepengetahuan saya bahwa memang ada pengaduan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini jaksa, dan setahu saya memang kejaksaan sedang melakukan pengumpulan data dan bahan keterang atas dugaan tidak pidana itu dengan memanggil bebrapa pegawai dan non pegawai puskesma yang berkaitan dengan itu," ungkapnya.
Dirinya juga mengaku telah dijumpai oleh 10 orang nakes asal puskesmas yang tengah diperiksa di sebuah kafe. Kedatangan nakes itu menurut Hendrizal, untuk mengucapkan terimakasih karena dirinya mengaku bahwa uang mereka sudah di kembalikan. "Mereka mengucapkan terimaksih karena menurut mereka uang mereka telah kembali karena pada masanya para nakes itu mengaku dipotong iuran sebesar Rp25.000,-," tandas Sekda.
"10 orang nakes itu mengaku tidak satupun ada yang mengundurkan diri, hanya saja menurut para nakes itu sudah menerima pengembalian uang diikuti dengan kwitansi," ujarnya.
Di tempat yang sama Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu, Romiyasi disampingi Kasi Intelijen Arico dan Kasi Pidsus Eliksander membenarkan pengumpulan bukti dan keterangan (pulbaket) dugaan korupsi tengah didalami penyidik Adiyaksa Inhu.
Bahkan dikesempatan tersebut Kajari kembali memastikan SOP penyelidikan kepada beberapa ASN di UPT Puskesmas Kilan, Kecamatan Batang Cenaku itu tidak ada intimidasi.
“Saya sampaikan bahwa Pulbaket itu dilaksanakan sesuai SOP, kalau diluar katanya ada yang ditekan-tekan, dibentak dan sebagainya itu tidak ada. Pokoknya kita laksanakan sesuai SOP yang ada di Kejaksaan Republik Indonesia,” tepis Kajari memberi klarifikasi.
Menyikapi hal tersebut Gatra.com mencoba melakukan konfirmasi ulang kepada Sekda Inhu, perihal keluhan Nakes yang mengaku menderita atas ketidaknyamanan mereka dalam bekerja sekda menjawab. "Kan saya sudah bilang tidak ada nakes yang mengundurkan diri, tolong wartawan jangan menggiring opini," ucapnya.
Namun.sebelumnya kepada Gatra.com para nakes mengaku memilih untuk mengundurkan diri lantaran mereka merasa tak nyaman dalam bekerja, bahkan lima diantara nakes itu juga mengirimkan surat pengunduran dirinya kepada Gatra.com.
Seperti yang diberitakan sebelumnya ada sekitar 10 orang tenaga kesehatan (Nakes) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, yang memilih menubudurkan diri dari pekerjaannya di salah satu Puskesmas disana. Diperkirakan pengunduran diri itu akan semakin bertambah, pasca penyidik dari Adhiyaksa Kejari Inhu memeriksa mereka secara intens.
Informasi yang berhasil dihimpun Gatra.com para nakes yang merupakan garda terdepan kesehatan masyarakat itu, sepakat untuk undur diri dari pekerjaannya bahkan diantara mereka juga memilih untuk berhenti untuk mengabdi pada negara alias berhenti dari status Aparatur Sipil Negara (ASN) diduga lantaran mereka merasa tertekan usai diperiksa oleh Kejari Inhu atas dugaan 'potongan' dana Bantuan Operasion Kesehatan (BOK) dan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) tahun anggaran 2021 hingga 2022..
"Tertekan secara mental diikuti dengan ketidaknyamanan dalam bekerja itu merupakan imbas dari pemeriksaan oleh penyidik Kejari Inhu seolah kami adalah pencuri duit negara itu yang selalu dialamatkan kepada kami, dan tak sedikit pula dari antara kami tentu merasa tertekan," ujar Andi (nama samaran) salah seorang pegawai puskesmas asal Inhu yang enggan dituliskan namanya kepada Gatra.com, beberapa waktu lalu.
Andi menjelaskan, pemeriksaan dirinya berawal dari adanya kesepakatan antar sesama pegawai nakes tempat ia bekerja dan puluhan nakes lainnya pada 2021 lalu, disana sedikitnya ada sekitar 40 nakes dari sekitar 66 orang pegawai sepakat untuk memberikan uang sejumlah Rp25.000 kepada pekerja nakes lainnya seperti Pejabat utama (Pju) di Puskesmas tempat ia bekerja.
Adapun uang Rp.25.000 tersebut akan diberikan secara kolektif kepada petugas nakes yang merangkap kerja sebagai Bandahara dan Penanggung Jawab Program agenda tahunan kesehatan itu. Dia menyebut uang Rp25.000 adalah uang 'Sagu Hati' kepada Pju karena mereka harus dituntut kerjaan tambahan di luar job desk yang semestinya, di mana setiap pencairan dana BOK maka uang tersebut baru akan diberikan.
"Duit Rp25.000 itu bukanlah potongan, melainkan uang suka rela antar kami sesama petugas nakes karena teman-teman sejawat yang merangkap tugas lain mengemban tugas tambahan seperti evaluasi Surat perintah tugas (Spt) setiap melakukan tugas kesehatan di lapangan, itu merupakan bentuk solidaritas teman-teman nakes untuk memberikan sagu hati kepada petugas yang memang kerjaan mereka kita nilai sangat-sangat berat," ungkap Andi.