Home Kesehatan Minimnya Edukasi dan Informasi Jadi Salah Satu Urgensi Isu Kesehatan Jiwa

Minimnya Edukasi dan Informasi Jadi Salah Satu Urgensi Isu Kesehatan Jiwa

Jakarta, Gatra.com – Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa mendeklarasikan pendiriannya pada Selasa, (14/11/2023). Dalam deklarasinya, mereka menyampaikan sejumlah urgensi agar isu kesehatan jiwa bisa menjadi isu sentral di Indonesia. Salah satunya soal minimnya edukasi dan informasi di internet dan media sosial kepada anak muda.

Kelompok Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa ini didirikan oleh sejumlah tokoh, yakni Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Prof. Dr. MX Mudji Sutrisno, SJ., Prof. Dr. Drs. Semiarto Aji Purwanto, M.Si., Dr. Adriana Elisabeth, Dr. Ray W. Basrowi, Maria Ekowati, dan Kristin Sarah.

Menurut Kristin, salah satu inisiator yang baru saja meluncurkan buku Menulis Membaca kehidupan, kelompok umur anak sekolah, remaja, dan usia produktif merasakan dampak paling berat dari perubahan cara hidup saat ini. Dengan demikian, mereka mengalami benturan sosial dengan orang tua atau orang dewasa di sekitarnya.

“Hal ini juga bisa dirasakan di tempat kerja. Mudahnya mengakses informasi melalui internet membuat generasi muda memiliki pengetahuan sangat luas,” kata Kristin menjelaskan.

Meski begitu, Kristin berpendapat bahwa informasi yang diperoleh anak muda melalui internet tidak memiliki kedalaman apabila tidak diimbangi dengan eksplorasi pada sumber yang memiliki kredibilitas. Dengan demikian, proses internalisasi informasi akan menimbulkan goncangan yang berpotensi mengganggu kesehatan jiwa.

Apa yang disampaikan Kristin menjadi salah satu dasar urgensi Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa mendeklarasikan pendiriannya. Total kelompok ini membawa lima urgensi dasar sebagai pondasi pendiriannya.

Pertama, kesehatan jiwa berdampak multisektor karena merupakan bagian dari kondisi kesehatan yang komprehensif. Sehat tidaknya jiwa seseorang akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan menentukan kualitas hidup serta pencapaian generasi selanjutnya.

Tingkat urgensi kedua menunjukkan lapisan paling serius menyasar pada anak, remaja, dan usia produktif (dewasa yang bekerja). Peningkatan kasus kejiwaan terjadi di berbagai tahap/siklus hidup. Peningkatan besaran masalah kesehatan jiwa terjadi pada usia remaja dan produktif.

"Urgensi ketiga adalah minimnya edukasi dan distribusi informasi yang tidak tepat," kata Ray W. Basrowi yang menjadi salah seorang inisiator pembentukan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa.

Sementara dua urgensi lainnya, isu kesehatan jiwa menjadi prioritas masalah di dunia tetapi belum menjadi prioritas di Indonesia. Yang terakhir, penyebab masalah kesehatan jiwa di Indonesia berkaitan erat dengan persoalan ekonomi, sosial, dan budaya.

Sebagai contoh, kondisi darurat kesehatan jiwa ini tergambar dari hasil skrining kesehatan jiwa pada mahasiswa baru Fisip UI yang dipaparkan oleh Dekan Fisip UI, Semiarto Aji Purwanto. Ia mengatakan bahwa niat bunuh diri anak muda sudah memasuki level yang terbilang serius. Ia mengatakan kondisi ini bisa disebut penting secara klinis.

“Niat bunuh diri di kalangan anak muda sudah masuk ke kategori clinically important. Kategori itu mengarah pada angka toleransi seriously considered suicide. Indikasi ini diinterpretasikan perlunya intervensi penanganan masalah kesehatan jiwa lebih dari business as usual,” kata Aji.

Hasil skrining yang dipaparkan Aji menunjukkan bahwa niat bunuh diri tidak mengalami peningkatan polynominal. Interpretasi hasil skrining kesehatan jiwa mahasiswa baru di Fisip UI itu menunjukkan keinginan bunuh diri berada di angka 10,8%, di bawah kategori seriously considered suicide yang dipatok pada angka 18,8%-25,5%. Sejak 2019, UI melakukan skrining untuk mahasiswa baru menggunakan metode self reporting quesionaire (SRQ).

“Itu artinya tidak terjadi situasi luar biasa yang mengarah ke niatan ingin bunuh diri secara masif. Namun hal itu tidak mengurangi peringatan untuk memperhatikan isu kesehatan jiwa pada generasi muda,” ujar Aji.

Sementara itu, data dari studi yang dilakukan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa menyimpulkan tingkat urgensi isu kesehatan jiwa di Indonesia sangat tinggi. Studi juga menemukan 5 urgensi dan 3 esensi kesehatan jiwa di Indonesia.

Di samping itu, sebelum deklarasi pendiriannya, Kaukus juga sempat melakukan jajak pendapat. Tak main-main, survei eksploratif dilakukan pada sejumlah responden yang terdiri dari para akademisi, psikolog, dokter spesialis, praktisi kesehatan masyarakat, organisasi masyarakat sipil, sosioantropolog/budayawan, media, dan kalangan swasta.

Hasilnya, sebanyak 82% responden menyatakan bahwa isu kesehatan jiwa sangat penting dan 12% menyatakan penting. Studi juga menemukan 5 urgensi dan 3 esensi kesehatan jiwa di Indonesia. Dilihat dari dimensi prioritas isu kesehatan jiwa, terdapat 27 dimensi dengan 5 value preposition kesehatan jiwa di Indonesia.

Selain itu, terdapat tiga esensi kunci yang menjadi faktor pendorong tingkatnya urgensi masalah kesehatan jiwa. Pertama, adanya stigma yang luas dan masif terhadap penderita gangguan kesehatan jiwa.

Kedua, lingkungan spesifik terutama pada tingkat keluarga, sekolah, dan tempat kerja yang sebagian besar tidak ramah kesehatan jiwa. Ketiga, enomena self-diagnostic terutama terjadi di kalangan, remaja, anak sekolah, dan pekerja.

Dari sekian banyak matriks isu prioritas dan esensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia, terselip beberapa komponen, seperti penggunaan gawai tak terkontrol pada anak dan remaja, beban generasi sandwich, pencarian jati diri, pengaruh media sosial, serta problem emosi, perilaku dan kekerasan berbasis keluarga.

Temuan kelompok faktorial ini secara langsung mengoneksikan benturan nilai antargenerasi, yang terintegrasi dengan teknologi digital dan sosial media, terhadap isu prioritas kesehatan jiwa anak muda Indonesia.

Dalam rencana aktivitasnya, Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa akan mendorong para pihak baik pemerintah, perguruan tinggi, akademisi, praktisi, organisasi masyarakat dan komunitas, industri, media masa, serta key opinion leader untuk menjadikan kesehatan jiwa sebagai isu sentral dan prioritas untuk membangun generasi yang sehat jiwa dan raga.

138