Home Ekonomi Ketua Apkasindo Minta Pemerintah Bebaskan Lahan Sawit di Bawah 5 Ha untuk Ikut Program PSR

Ketua Apkasindo Minta Pemerintah Bebaskan Lahan Sawit di Bawah 5 Ha untuk Ikut Program PSR

Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Medali Emas Manurung meninta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membebaskan lahan sawit di bawah 5 hektare penguasaan 5 tahun ke atas yang berada di kawasan hutan.

Pemutihan tersebut kata Gulat, dapat mensejahterakan petani sawit kecil. Dengan pembebasan tersebut juga, para petani sawit dengan lahan di bawah 5 hektare dan penguasaan 5 tahun ke atas dapat mengikuti program peremajaan sawit rakyat (PSR).

“Kami hanya minta yang 5 hektare ke bawah dan penguasaan 5 tahun ke atas bisa ikut PSR,” kata Gulat dalam acara dalam acara Pertemuan Nasional Petani Kelapa Sawit di Grand Paragon Hotel, Jakarta, Kamis (7/12).

Menurut Gulat, pemutihan tersebut juga dapag membantu Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak kesulitan dalam mencapai target PSR yang telah ditentukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebanyak 180.000 hektare setiap tahunnya.

“Target yang sudah digariskan Presiden Jokowi 180 hektare per tahun, nggak pernah tercapai. Kami selau berbenturan 84 dari 100 PSR selalu gagal dalam pengajuan PSR karena masuk ke dalam kawasan hutan,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa, tujuan permingaan untuk pemutihan tersebut agar para petani bisa meningkatkan produktivitas, yang saat ini hanya berkisar 2,6-3 ton per hektare, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui program PSR.

“Hidup masa depan kita dari sawit, tidak akan ada orang lain menolong Anda, tidak akan ada orang lain memberikan tangannya kepada anda, kecuali sesama kita petani sawit,” pungkasnya.

Dilansir dari laman KLHK, Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono mengatakan, masyarakat kecil atau kelompok tani yang anggotanya hanya menguasai lahan di bawah 5 ha dan bertempat tinggal lima tahun berturut-turut di dalam atau sekitar kawasan hutan, maka pada mereka tidak dikenakan sanksi administratif dan diberikan solusi dalam bentuk akses legal melalui penataan kawasan hutan, bisa dalam bentuk perhutanan sosial dan TORA.

“Untuk sawit yang sudah ada harus melakukan jangka benah dengan tanaman hutan dan diberikan kesempatan satu kali daur. UUCK memberikan kesempatan masyarakat dapatkan akses legalnya, untuk itu masyarakat harus cepat dapat ijin perhutanan sosial agar produktifitas tetap terjaga, begitu juga kawasan hutannya,” kata Bambang.

Perhutanan sosial juga digunakan untuk penyelesaian sawit dalam kawasan HTI. Setelah melalui verifikasi teknis, akan memperoleh akses legal perhutanan sosial dengan skema kemitraan kehutanan dengan pemegang ijin HTI. 

“Inilah upaya kita agar kegiatan yang terbangun dalam kawasan hutan seperti masa lalu, tidak terjadi lagi ke depannya. Masyarakat yang berada dalam kawasan hutan dapat mengelola asalkan ada ijin kehutanan melalui hutan sosial. Banyak skemanya, sehingga masyarakat bisa sejahtera dan fungsi hutan tetap bisa dipertahankan,” jelas Bambang.

91