Jakarta, Gatra.com- G3N Project x Studio Jeihan membawa 64 karya Maestro lukis Indonesia, Jeihan Sukmantoro dalam pameran tunggal bertajuk “Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian” di Museum Puri Lukisan Ubud, Bali. Pameran ini dibuka dengan penuh kemeriahan dan disambut antusiasme kolektor dan masyarakat seni di Bali.
Hal itu terlihat dari deretan papan bunga berisi ucapan selamat untuk pembukaan “Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian” dari dalam dan luar negeri yang berjejer rapi, mulai dari pelataran Museum Puri Lukisan Ubud, hingga ke dalam tempat acara.
Sang maestro merupakan salah satu sosok penting dalam perjalanan sejarah seni rupa Indonesia modern. Tidak diragukan, karya-karyanya tak hanya dikoleksi kolektor seni Tanah Air, tapi juga mancanegara.
Baca juga: Di ArtMoments Jakarta 2023, G3N Project x Museum of Toys Hadirkan Karya 'Homage to Basoeki Abdullah'
Konsistensi melukis selama 50 tahun lebih dengan tehnik dan ciri khas figur “mata hitam” milik Jeihan sudah teruji oleh waktu dan menjadi koleksi wajib kolektor seni. Pameran yang dihadiri berbagai seniman, pejabat daerah, dan kolektor seni dari dalam dan mancanegara itu bisa dinikmati pengunjung hingga 5 Januari 2024 mendatang.
Seluruh lukisan karya Jeihan yang merupakan koleksi dari G3N Project dan kolektor seni Daniel Jusuf tertata dengan rapi dan runtut, mulai dari karya terlama Jeihan sekitar tahun 1950-an, hingga yang terbaru karya 2016. Jeihan salah satu seniman yang semasa hidupnya rajin berpameran.
Setidaknya, tercatat ada sekitar 100 pameran solo maupun kolektif mengikutsertakan karya Jeihan.
Tapi pameran tunggal kali ini diklaim sebagai yang terlengkap dengan karya terbanyak.
"Kami menyebutnya, pameran retrospektif, dimana kita bisa melihat karya Jeihan di era sebelum figur dengan "mata hitam" muncul. Ini sekaligus menjawab keraguan banyak orang, yang mengira jika tokoh "mata hitam" atau "black eye" yang menjadi ciri khas Jeihan muncul karena ketidakmampuan Jeihan mengekspresikan objek lukisnya lewat mata," ungkap General Manager G3N Project Andry Ismaya Permadi dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (11/12).
Jika seniman lain biasa mengekspresikan kesedihan, kegembiraan, dan kemarahan objek lukis mereka lewat mata, pelukis lulusan alumni ITB itu justru lebih menonjolkan gesture dalam karya lukisnya. "Dengan tampilan sosok-sosok "mata hitam", kita tetap bisa menemukan ekspresi dari gesture yang ia gambarkan lewat objek lukisnya itu," ia menambahkan
Bagi Penglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati, selaku tuan rumah, dirinya bangga museum yang dirintis ayahandanya pada 1930-an itu bisa memamerkan seorang maestro dengan karyanya yang kuat dan menyedot perhatian pecinta seni.
“Ini merupakan pameran yang menggambarkan perjalanan dan progres kekaryaan Jeihan yang sangat lengkap, sejak awal kesenimanannya hingga menjelang akhir hidup sang maestro,” kata Tjok Putra.
Ia juga menyebut, era 1960 bagi seniman tradisional menjadi momentum baru seni rupa Indonesia. Seniman lukis Indonesia banyak yang beralih dari teknik lukis tradisional ke seni rupa modern, bahkan objek lukis pun menjadi lebih dinamis.
"Jeihan ada di era tersebut. Melihat lukisan Jeihan, kita seperti dibawa untuk melihat tahun-tahun dimana terjadi revolusi dalam pola pemikiran seniman Indonesia. Jeihan muncul sebagai seniman jenius di seni rupa Indonesia modern," pujinya.
Pada kesempatan tersebut, sebagai apresiasi terhadap Museum Puri Lukisan Ubud yang telah bersedia menjadi tuan rumah bagi pameran tunggal Jeihan, kolektor seni Daniel Jusuf turut menyumbang salah satu koleksi karya Jeihan miliknya. Lukisan cat minyak berdimensi 98 cm x 80 cm karya 1969 itu diserahkan langsung kepada Penglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati untuk menjadi koleksi Museum Puri Lukisan Ubud.
Kedalaman Makna Figur “Mata Hitam”
Sosok "mata hitam" yang menjadi ciri khas pelukis kelahiran Surakarta, 26 September 1938 itu muncul di era sesudah 1965. Jauh sebelum itu, karya Jeihan yang realis ditampilkan dengan mata yang indah.
Jadi, Jeihan memang sengaja memunculkan sosok "mata hitam" sebagai bagian dari ciri khas karya-karyanya dan dianggap mampu lebih dalam mengekspresikan karya-karyanya. Meski sempat dicibir orang, bahkan dihina banyak kalangan, pemilik nama Tionghoa Lim Tjeng Han itu tetap memegang teguh style melukisnya, hingga akhir hayatnya, pada 2019 silam.
Baca juga: Karya Eksperimen Evi Pangestu: Pengalaman Spasial dalam Bingkai
Semasa hidupnya, Jeihan pernah menuturkan arti "mata hitam" dalam seluruh karya lukisannya di era 1960-an. "Mata hitam" bagi Jeihan adalah gagasan, termasuk soal kepercayaan mistis masyarakat Jawa tentang ketidakmampuan manusia biasa dalam meramal masa depan.
Jeihan yang tutup usia pada 81 tahun itu juga pernah mengatakan, objek atau subjek yang 'mata dihitamkan' membawa dirinya pada banyak hal yang tak pernah diraih oleh mata terbuka. "Sesuatu yang terlihat belum tentu baik dan begitu juga sebaliknya," tuturnya, kala itu.